Asal Usul Suku Toraja - Konon, leluhur orang Toraja adalah
manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun
hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa
nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan "tangga dari
langit" untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media
komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa). Lain lagi versi dari DR.
C. CYRUT seorang anthtropolog, dalam penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat
Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk
(lokal/pribumi) yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang yang
notabene adalah imigran dari Teluk Tongkin (daratan Cina).
Proses akulturasi
antara kedua masyarakat tersebut, berawal dari berlabuhnya Imigran Indo Cina
dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan
lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini, membangun pemukimannya
di daerah tersebut. Nama Toraja mulanya
diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang Sidendreng menamakan
penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti "Orang
yang berdiam di negeri atas atau pegunungan", sedang orang Luwu
menyebutnya To Riajang yang artinya adalah "orang yang berdiam di sebelah
barat". Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya
= dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan
penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga
tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.
Konon manusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan
aturan keagamaan yang disebut aluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang
menjadi sumber dari budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang
mengandung nilai-nilai religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup
dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua. Cerita tentang
perkembangan dan penyebaran Aluk terjadi dalam lima tahap, yakni: Tipamulanna
Aluk ditampa dao langi' yakni permulaan penciptaan Aluk diatas langit,
Mendemme' di kapadanganna yakni Aluk diturunkan kebumi oleh Puang Buru Langi'
dirura.
Kedua tahapan ini lebih merupakan mitos. Dalam penelitian
pada hakekatnya aluk merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa kaum imigran dari
dataran Indo Cina pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum masehi. Beberapa Tokoh penting daiam penyebaran aluk,
antara lain: Tomanurun Tambora Langi' adalah pembawa aluk Sabda Saratu' yang
mengikat penganutnya dalam daerah terbatas yakni wilayah Tallu Lembangna. Selain daripada itu terdapat Aluk Sanda
Pitunna disebarluaskan oleh tiga tokoh, yaitu : Pongkapadang bersama Burake
Tattiu' menuju bagian barat Tana Toraja yakni ke Bonggakaradeng, sebagian
Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, derngan
membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja "To Unnirui' suke
pa'pa, to ungkandei kandian saratu yakni pranata sosial yang tidak mengenal
strata. Kemudian Pasontik bersama Burake Tambolang menuju ke daerah-daerah
sebelah timur Tana Toraja, yaitu daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu,
Ranteballa, Ta'bi, Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan
membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja : "To Unnirui'
suku dibonga, To unkandei kandean pindan", yaitu pranata sosial yang
menyusun tata kehidupan masyarakat dalam tiga strata sosial. Tangdilino bersama
Burake Tangngana ke daerah bagian tengah Tana Toraja dengan membawa pranata
sosial "To unniru'i suke dibonga, To ungkandei kandean pindan",
Tangdilino diketahui menikah dua kali, yaitu dengan Buen Manik, perkawinan ini
membuahkan delapan anak. Perkawinan Tangdilino dengan Salle Bi'ti dari Makale
membuahkan seorang anak. Kesembilan anak Tangdilino tersebar keberbagai daerah,
yaitu Pabane menuju Kesu', Parange menuju Buntao', Pasontik ke Pantilang,
Pote'Malla ke Rongkong (Luwu), Bobolangi menuju Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana
Minanga, Bue ke daerah Duri, Bangkudu Ma'dandan ke Bala (Mangkendek), Sirrang
ke Dangle.
Itulah yang membuat seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana
Matari' Allo diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama Tondok
Lepongan Bulan Tana Matari' Allo arti harfiahnya adalah "Negri yang bulat
seperti bulan dan Matahari". Nama ini mempunyai latar belakang yang
bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai
daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang
penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang
diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di
Toraja. Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka diberilah
nama perserikatan bundar atau bulat yang terikat dalam satu pandangan hidup dan
keyakinan sebagai pengikat seluruh daerah dan kelompok adat tersebut.[bp]
Ikuti Kami di: