Asal Usul Upacara Kematian Termahal Di Dunia Rambu Solo
Toraja - Rumah bambu tarnpak berderet, himpit menghimpit diatas padi yang
tengah menghijau, tidak jauh dari situ berbaris orang orang mengikuti
dibelakang mereka hewan ternak untuk dipersembahkan pada tuan rumah, tidak ketinggalan
pula tuan rumah menyambut dengan ramahnya oleh tari tarian dan beraneka macam
santapan yang telah dipersiapkan di atas daun pisang. Sepintas terlihat bak
sebuah acara menyambut kesuka-citaan besar, tidak dinyana upacara yang begitu
megahnya adalah upacara untuk prosesi pemakaman yang lebih dikenal dengan
upacara Rambu Solo'.
Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja
secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal membuat sebuah
pesta sebagai tanda hormat terakhir pada mendiang yang telah pergi. Namun dalam
Pelaksanaannya, upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang
mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni: Dipasang Bongi: Upacara
yang hanya diiaksanakan dalam satu malam. Dipatallung Bongi: Upacara yang
berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah dan ada pemotongan
hewan. Dipalimang Bongi: Upacara pemakamanyang berlangsung selama lima malam
dan dilaksanakan disekitar rumah serta pemotongan hewan Dipapitung
Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang setiap harinya
ada pemotongan hewan.
Biasanya pada upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan
rentan waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia
biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang
berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan
disebuah "lapangan Khusus" karena upacara yang menjadi puncak dari
prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus
dijalani, seperti : Ma'tundan, Mebalun (membungkus jenazah), Ma'roto
(membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah),
Ma'Popengkalo Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang
terkahir Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang
terakhir).
Tidak hanya ritual adat yang dapat dijumpai dalam Upacara
Rambu solo, berbagai kegiatan budaya yang begitu menariknya dapat
dipertontonkan dalam upacara ini, antara lain : Mapasilaga tedong (Adu kerbau),
perlu diketahui bahwa kerbau di Tana Toraja memiliki ciri yang mungkin tidak
dapat ditemui didaerah lain, mulai yang memiliki tanduk bengkok kebawah sampai
dengan kerbau berkulit putih; Sisemba (Adu kaki); Tari tarian yang berkaitan
dengan ritus rambu solo': Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia,
Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya:
Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.; Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau
dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang
dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih
ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Menjelang usainya
Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang
Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu
Solo'. Kematian bagi masyarakat Toraja
menjadi salah satu hal yang paling bermakna, sehingga tidak hanya upacara
prosesi pemakaman yang dipersiapkan ataupun peti mati yang dipahat menyerupai
hewan (Erong), namun mereka pun mempersiapkan tempat "peristirahatan
terakhir" dengan sedemikian apiknya, yang tentunya tidak lepas dari strata
sosial yang berlaku dalam masyarakat Toraja maupun kemampuan ekonomi individu,
umumnya tempat menyimpan jenazah adalah gua/tebing gunung atau dibuatkan sebuah
rumah (Pa'tane). Budaya ini telah diwarisi secara turun temurun oleh leluhur
mereka.
Adat masyarakat Toraja menyimpan jenazah pada tebing/liang
gua, merupakan kekayaan budaya yang begitu menarik untuk disimak lebih dalam
lagi, dapat dijumpai di beberapa kawasan pemakaman yang saat ini telah menjadi
obyek wisata, seperti Londa, yang merupakan pemakaman purbakala yang berada
dalam sebuah gua, dapat dijumpai puluhan erong yang berderet dalam bebatuan
yang telah dilubangi, tengkorak berserak di sisi batu menandakan petinya telah
rusak akibat di makan usia; Lemo adalah salah satu kuburan leluhur Toraja,
hasil kombinasi antara ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan kreasi tangan
terampil Toraja pada abad XVI (dipahat) atau liang Paa'. Jumlah liang batu kuno
ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40 buah sebagai
lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para bangsawan di Desa
Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini ada yang menyerupai jeruk
bundar dan berbintik-bintik.[bp]
Ikuti Kami di: