Candi Sewu, Prasada Vajrasana Manjusrigha Peninggalan Agama Buddha

Candi Sewu, Prasada Vajrasana Manjusrigha Peninggalan Agama Buddha -  Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Dari kota Yogyakarta jaraknya sekitar 17 km ke arah Solo. Candi Sewu merupakan gugus candi yang letaknya berdekatan dengan Candi Prambanan, yaitu kurang lebih 800 meter di sebelah selatan arca Rara Jongrang. Candi sewu diperkirakan didirikan pada abad ke-8 pada masa dinasti Syailendra, dimana pembangunan Candi Sewu hampir bersamaan dengan pembangunan Candi Borobudur di daerah Magelang. 

Hal ini, didasarkan dalam penemuan prasasti pada tahun 1960-an dimana pada Prasasti Kelurak tercantum tahun 782 Masehi dan juga Prasasti Manjusringrha yang bertuliskan 792 Masehi. Candi Sewu merupakan candi Budha yang dibangun pada abad ke 8 yang berada dekat dengan Candi Prambanan, jaraknya sekitar 800 meter disebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu ini juga memiliki nama lain yaitu Candi Manjusrighra. Candi Sewu juga merupakan candi Budha terbesar kedua setelah Candi Borobudur yang ada di Jawa Tengah. Tetapi usia Candi Sewu lebih tua dari Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Candi ini aslinya memiliki 249 candi, tetapi masyarakat setempat menamai candi ini dengan “Sewu” yang artinya seribu dalam bahasa Jawa. Nama tersebut diambil berdasarkan cerita legenda Loro Jonggrang. Di Candi Sewu ini anda juga bisa menikmati sunsetnya matahari. Menurut sejarahnya nama asli candi ini adalah “Prasada Vajrasana Manjusrigha”. Prasada yang artinya candi atau kui, Vajrajasana yang artinya tempat Wajra (intan atau halilintar) bertahta, dan Manjusri-grha yang artinya Rumah Manjusri. Manjusri merupakan salah satu Boddhisatwa yang ada di dalam ajaran agama Budha. Candi Sewu dibangun pada abad ke 8 masehi pada akhir pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran merupakan raja kerajaan Mataram Kuno pada masa pimpinan pada tahun (746-784).
Candi ini mulai diperluas pada masa pemerintahan Rakai Pikatan yang merupakan seorang pangeran dari dinasti Sanjaya yang menikah dengan Pramodhawadhani dari dinasti Sailendra. Setelah kekuasaan dinasti Sanjaya, rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya. Karena adanya Candi Sewu yang bercorak candi Budha yang berdekatan dengan Candi Prambanan yang bercorak agama Hindu menunjukan bahwa dulu di daerah Jawa ini agama Hindu dan Budha hidup secara harmonis dan toleransi beragama. Karena luasnya kompleks Candi Sewu ini, Candi Sewu ini dulu merupakan Candi Budha Kerajaan, sekaligus sebagai tempat kegiatan agama Budha pada masa lalu. Dalam prasasti tersebut juga tertulis nama asli dari Candi sewu yaitu “Prasada Vajrasana Manjusigra” dimana jika dijabarkan akan bermakna Sebuah Candi tempat Wajra bertahta untuk mencapai Bodhisitwa (Prasarada berarti kuil atau candi ; Vajrasana berarti tempat wajre bertakhta; Manjusrigra merupakan tempat untuk memperoleh Bodhisatwa. Dan juga berdasarkan prasasti Kelurak dan Manjusinggrha yang ditemukan pada tahun 782 Masehi dan 792 Masehi. Candi ini dibangun pada masa kepemimpinan kerajaan mataram kuno di bawah pemerintahan Rakai Panangkaran yang merupakan Raja terpopuler di dinasti Syailendra, dimana beliau memerintah pada tahun 746 Masehi hingga 784 Masehi. Hingga pada akhirnya dilakukan perbaikan dan pembangunan ulang oleh seorang pangeran dari dinasti Sanjaya, yaitu Rakai Pikatan yang menikah dengan salah satu puteri dari dinasti Syailendra, yaitu, Pramodhwardhani. Dan mulai saat itu pemerintahan diambil alih oleh Dinasti Sanjaya. Meskipun Dinasti Sanjaya berbeda agama dengan Dinasti Syailendra yang menganut agama Budha. Pemerintahan dinasti Sanjaya tetap membiarkan rakyatnya memeluk agama sebelumnya dimana Cani Sewu dijadikan sebagai tempat peribadatan utama bagi para penganut agama Budha. Hal inilah yang mendasari kenapa Candi Sewu yang bercorak agama Budha bisa berdampingan dengan Candi Prambanan yang notabene bercorak agama Hindu. Dan hingga saat ini masih bisa kita nikmati keindahan keduanya. Hal ini juga membuktikan bahwa pada zaman dahulu sudah terjalin hubungan yang harmonis antar umat beragama di Indonesia.










Hingga pada tahun 2006, terjadi gempa besar yang mengguncang Yogya dan Sekitarnya dimana gempa tersebut merusak beberapa bangunan candi Sewu. bagian yang paling parah terkena dampak dari gempa tersebut adalah bagian utama candi, dimana beberapa batu dari bangunan jatuh ke tanah dan terlihat beberapa retakan di candi.
Candi Sewu mempunyai 4 pintu gerbang menuju pelataran luar, yaitu di sisi timur, utara, barat, dan selatan, yang masing-masing dijaga oleh sepasang arca Dwarapala yang saling berhadapan. Dari pelataran luar ke pelataran dalam juga terdapat 4 pintu masuk yang dijaga oleh sepasang arca Dwarapala, serupa dengan yang terdapat di gerbang luar. Arca Dwarapala yang terbuat dari batu utuh tersebut ditempatkan di atas lapik persegi setinggi sekitar 1,2 m dalam posisi satu kaki berlutut, kaki lainnya ditekuk, dan satu tangan memegang gada. Tinggi arca Dwarapala ini mencapai sekitar 2,3 m. Candi utama atau candi induk terletak di pelataran persegi seluas 40 m2, yang dikelilingi pagar dari susunan batu setinggi 0,85 m. Bangunan candi berbentuk poligon bersudut 20 dengan diameter 29 m. Tinggi bangunan mencapai 30 m dengan 9 atap yang masing-masing mempunyai stupa di puncaknya.
Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Kaki candi dihiasi pahatan bermotif bunga dalam jambangan. Untuk mencapai permukaan batur yang membentuk selasar, terdapat tangga selebar sekitar 2 m yang dilengkapi dengan pipi tangga. Pangkal pipi tangga dihiasi makara, kepala naga dengan mulut menganga lebar, dengan arca Buddha di dalamnya. Dinding luar pipi tangga dihiasi pahatan berwujud raksasa Kalpawreksa. Di atas ambang pintu tidak terdapat Kalamakara, namun dinding di kiri dan kanan ambang pintu dihiasi pahatan kepala naga dengan mulut menganga. Berbeda dari yang terdapat di pangkal pipi tangga, bukan Buddha yang terdapat dalam mulut naga, melainkan seekor singa. Candi utama yang dibangun dari batu andesit ini mempunyai pintu utama di sebelah timur, sehingga dapat dikatakan bahwa candi utama ini menghadap ke timur. Selain pintu utama, terdapat 3 pintu lain, yaitu yang menghadap ke utara, barat dan selatan. Semua pintu masuk dilengkapi dengan bilik penampil. Ruang dalam tubuh candi berbentuk kubus dengan dinding terbuat dari susunan bata merah. Di dalam ruangan ini terdapat sebuah 'asana'. Pada dinding luar tubuh dan kaki atap candi terdapat relung-relung berisi arca Buddha dalam berbagai posisi. Candi perwara dan candi apit seluruhnya terletak di pelataran luar. Di setiap sisi terdapat sepasang candi apit yang berada di antara candi utama dengan deretan dalam candi perwara. Setiap pasangan candi apit berhadapan mengapit jalan yang membelah halaman menuju ke candi utama. Candi apit berdiri di atas batu setinggi sekitar 1 m, dilengkapi dengan tangga selebar sekitar 1 m menuju ke selasar di permukaan kaki candi. Di atas ambang pintu bukan dihiasi pahatan Kalamakara, melainkan beberapa panil relief. Atap candi berbentuk stupa dengan deretan stupa kecil menghiasi pangkalnya. Dinding tubuh candi apit dihiasi dengan sosok-sosok pria berbusana kebesaran, nampak seperti dewa, dalam posisi berdiri memegang setangaki teratai di tangannya. Candi perwara dibangun masing-masing dalam empat deret di sisi terluar mengelilingi candi utama dan candi apit. Pada deret terdalam terdapat 28 bangunan, deretan kedua terdapat 44 bangunan, deretan ketiga terdapat 80 bangunan, dan deretan ke empat 88 bangunan. Semua candi perwara, kecuali yang berada dalam deretan ketiga, menghadap ke luar atau membelakangi candi utama. Hanya yang berada dalam deretan ketiga yang menghadap ke dalam. Sebagian besar candi perwara dalam keadan rusak, tinggal berupa onggokan batu.
Hingga pada akhirnya dipasang kerangka besi untuk membuat candi ini tegak lagi dan menahan agar Candi utama di candi sewu bisa tetap berdiri kokoh. Setelah Candi sewu diperbaiki, Situs candi ini dibuka lagi untuk para penikmat sejarah yang ingin melihat keindahan mahakarya tangan manusia pada zaman dahulu. Meskipun begitu, anda tidak diperkenankan untuk memasuki kawasan Candi utama, Hal ini dikarenakan untuk menjaga keutuhan candi dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada saat itu. Namun, untuk sekarang anda sudah bisa menjelajahi candi utama setelah pelepasan besi-besi penyangga yang digunakan.[]
Lokasi Candi Sewu

Video Candi Sewu