Keistimewaan Papan
nama Jl Malioboro, Spot Foto Wisatawan Paling Populer - Malioboro merupakan
salah satu destinasi wisata yang cukup hangat dibenak para wisatawan. Namun
yang tidak pernah dilupakan pengunjung ialah Papan Nama Jalan Malioboro. Selain
menyuguhkan pesona wisata belanja dan jalan-jalan, Malioboro juga tempat untuk
meninggalkan kenangan. Maka dari itu tak sedikit di antara para wisatawan yang
berusaha mengabadikan momen indah di Malioboro sebelum beranjak pulang ke daerahnya.
Salah satu spot ikonik di Malioboro tentu saja papan nama jalan yang terpasang
di ujung jalan masuk ke Malioboro. Tampak di foto tersebut sejumlah wisatawan
berjubel di depan papan nama Jalan Malioboro. Mereka terlihat antri untuk
bergantian foto di papan nama ikonik tersebut.
Namun ada satu tempat yang sangat unik di antara keramaian
yang berada di sepanjang Jalan Malioboro. Tempat tersebut adalah sebuah papan
nama jalan Malioboro, yang letaknya berada di ujung jalan sebelah utara. Jalan
Malioboro merupakan kawasan yang terkenal di kota Yogyakarta, sebagai pusat
perbelanjaan dan kuliner. Dari waktu ke waktu, bentuk papan nama jalan
Malioboro ini pun terus berubah. Dahulu hanya beberapa tiang sederhana yang
diberi papan nama dengan cat hijau, saat ini sudah diganti dengan tiang besi
dengan ukiran berwarna hijau yang dihiasi lekukan logam berwarna kuning.
Malioboro merupakan salah satu jalan paling populer di
Yogya. Selain berada di jantung kota, Malioboro menjadi cukup dikenal karena
cerita sejarah yang menyertainya. Keberadaan Malioboro sering pula dikaitkan
dengan tiga tempat sakral di Yogya yakni Gunung Merapi, Kraton dan Pantai
Selatan. Dalam Bahasa Sansekerta, kata Malioboro bermakna karangan bunga. Kata
Malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama
Marlborough yang pernah tinggal disana pada tahun 1811 - 1816 M. Pendirian
jalan malioboro bertepatan dengan pendirian Kraton Yogyakarta. Awalnya Jalan
Malioboro ditata sebagai sumbu imaginer antara Pantai Selatan (Pantai
Parangkusumo) - Kraton Yogya - Gunung Merapi. Malioboro mulai ramai pada era
kolonial 1790 saat pemerintah Belanda membangun benteng Vredeburg pada tahun
1790 di ujung selatan jalan ini.
Selain membangun benteng, Belanda juga membangun Dutch Club
tahun 1822, The Dutch Governor’s Residence tahun 1830, Java Bank dan Kantor Pos
tak lama setelahnya. Setelah itu Malioboro berkembang kian pesat karena
perdaganagan antara orang belanda dengan pedagang Tiong Hoa. Tahun 1887 Jalan
Malioboro dibagi menjadi dua dengan didirikannya tempat pemberhentian kereta
api yang kini bernama Stasiun Tugu Yogya. Jalan Malioboro juga memiliki peran
penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di sisi selatan Jalan Malioboro
pernah terjadi pertempuran sengit antara pejuang tanah air melawan pasukan
kolonial Belanda yang ingin menduduki Yogya. Pertempuran itu kemudian dikenal
dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yakni keberhasilan pasukan merah putih
menduduki Yogya selama enam jam dan membuktikan kepada dunia bahwa angkatan
perang Indonesia tetap ada. Malioboro terus berkembang hingga saat ini. Dengan
tetap mempertahankan konsep aslinya dahulu, Malioboro jadi pusat kehidupan
masyarakat Yogya. Tempat-tempat strategis seperti Kantor Gubernur DIY, Gedung
DPRD DIY, Pasar Induk Beringharjo hingga Istana Presiden Gedung Agung juga
berada di kawasan ini. Pemerintah setempat kini terus melakukan perbaikan untuk
menata Malioboro menjadi kawasan yang nyaman untuk disinggahi. Awal tahun 2016
ini pemerintah telah berhasil mensterilkan parkir kendaraan dari Malioboro dan
tengah menata kawasan ini di sisi timur untuk pedestrian. Warung-warung lesehan
hingga saat ini masih dipertahankan untuk mempertahankan ciri khas Malioboro.
Dulunya,
papan nama Jalan Malioboro ini dibuat dengan dua jenis huruf penulisan dan
bahasa penulisan seperti jalan lain yang berada di Yogyakarta. Di bagian atas
ditulis dengan tulisan latin dengan bahasa Indonesia, sedangkan di bagian
bawahnya ditulis dengan huruf Jawa dengan bahasa Jawa. Hal ini lebih menguatkan
bahwa nama jalanan Kota Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata yang kaya akan
seni dan budaya. Di tengah kemacetan lalu
lintas Jalan Malioboro Yogyakarta dengan aktivitas kendaraan roda dua, roda
empat, becak, kereta kencana, sepeda ontel, pedagang jamu, tukang ojek,
pengemis jalanan, tidak menyurutkan semangat para pelancong untuk berpose di
depan papan nama Jalan Malioboro. Kesibukan sang tuan rumah masyarakat
Yogyakarta, tidak membuat ragu para wisatawan untuk berfoto di depan papan
jalan Malioboro. Papan nama jalan Malioboro sudah seperti sebuah ikon yang
tidak boleh terlewatkan untuk didokumentasikan oleh wisatawan. Baik bule
wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara, sehingga saat liburan tiba
kawasan ini dipenuhi oleh orang yang mengantre untuk berfoto di depan papan
nama Jalan Malioboro ini.[]
Ikuti Kami di: