Sejarah Masjid Raya Watampone Kabupaten Bone

Sejarah Masjid Raya Watampone Kabupaten Bone – Setelah membahas mengenai Situs Kalokkoe di Bukaka dan Museum Lapawawoi, maka pada kesempatan kali ini kita akan share sejarah Masjid Raya Watampone. Masjid Raya Watampone beralamat di jalan Masjid kota Watampone, lingkungan Bukaka, kelurahan Bukaka kecamatan Tanete Riattang. Masjid ini telah termasuk dalam kategori masjid tua atau kuno, sesuai dengan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.1 Namun demikian, masjid ini belum dimasukkan sebagai benda cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah dan Negara.
Setiap masjid tua yang ada di dunia ini, memiliki kisah, cerita, dan sejarahnya masingmasing, termasuk masjid Raya Watampone juga memiliki sesjarah dan kisahnya tersendiri. Pada inskripsi Arab yang bebahasa Bugis pada gafura mimbar masjid Raya Watampone menuliskan sebagai berikut: "Riwettu La Mappanyukki Sultan Ibrahim, Eppo Riwakkanna La Parenrengi Arungpone Matinroe Riajang Benteng, Nagurusui Fancaitana Besse Kajuara Arungpone Matinroe Rimajanna, Napatettongngi Masigie Ri Bone, Ri essona ahad'e, Uleng Sya'ban Tahun 1304 H / 1940 M."

Inskripsi Arab yang pada dinding gafura, menunjukkan suatu bukti sejarah bahwa pembangunan masjid raya dibangun tahun 1940 oleh raja Bone ke-32 dan ke-34 La Mappanyukki Sultan Ibrahim (ke-32 tahun 1931-1946 dan ke-34 tahun 1957-1960), dalam inskripsi belum terdapat gelaran Matinroe ri Gowa (bermakna; La Mappanyukki masih hidup ketika masjid dan mimbar selesai dibuat). Dalam inskripsi ini pula di jelaskan tentang keturunan La Mappanyukki yaitu keturunan dari raja Bone sebelumnya raja ke-27 La Parenrengi Matinroe ri Ajang Benteng (1845-1857). Dan raja Bone ke-28 Pancai’ Tana Besse Kajuara Tenri Awaru Matinroe ri Majennang (1857-1860) seorang raja Perempuan. Keduanya sebagai pasangan suami-isteri Sejalan dengan inskripsi di atas, peneliti memperoleh informasi dari Hj. St. Hadijah Abbas, mengatakan bahwa tanah yang ditempati oleh masjid Raya Watampone sekarang ini adalah tanah waqaf yang diserahkan dari pemiliknya bernama "Nusu" dengan luas 80 are, untuk dibangun sebuah masjid, pemberian tersebut disaksikan oleh raja Bone ke-32 La Mappanyukki Sultan Ibrahim. Nusu adalah salah seorang pejuang Bone dan memperoleh jabatan "Petoro" yaitu komandan dalam pembangunan jalan "Zumpallabbu" (jalan dari Bone ke Makassar, terletak di kecamatan Bengo Kab. Bone). Ditambahkan juga oleh Hj. St. Hadijah yang masih cucu dari "Nusu" (pemberi wakaf tanah) bahwa yang pernah menjabat sebagai imamimam shalat di masjid Raya yaitu; KH. Abd. Jabbar, H. Andi Poke, dan KH. Junaid Sulaeman. Sesudahnya terdapat beberapa imam-imam yang bertugas secara bergantian.
Demikian pula dalam wawancara peneliti dengan Anre Gurutta KH. Abd. Latif Amin, mengungkapkan bahwa pembangunan masjid Raya dipelopori oleh Raja Bone A. Mappanyukki Sultan Ibrahim, dan salah satu cara yang ditempuhnya adalah mengumpulkan para kepala-kepala distrik kerajaan Bone, untuk berpartisipasi mengambil bagian untuk menyelesaikan pembangunan masjid Raya, misalnya distrik Barebbo yang menjamin seluruh kebutuhan kayu bangunan untuk berdirinya masjid Raya, sehingga semua kepala distrik mengambil peran sampai masjid Raya selesai dibangun, menurutnya, arsitek masjid Raya ini adalah orang cina, bahkan dalam proses pebangunan, batu yang dipakai untuk dipasang pada bangunan masjid, harus terlebuh dahulu dicuci sebagai bentuk penyucian terhadap masjid, atau disucikan dulu baru dipasang. Sedangkan pembuatan mimbar masjid menurutnya adalah pembuatan mimbar adalah dibuat di luar daerah Bone.
KH. Abd. Latif juga mengungkapkan beberapa hal yang dilakukan oleh Raja Bone berkaitan dengan masjid Raya, di antaranya yaitu; ketika A. Mappanyukki masuk masjid untuk melakukan shalat, beliau berjalan melalui arah depan (bagian timur) masuk bersama rombongan dan pengawalnya, berdasar pada garis merah pada lantai keramik masjid, jama'ah masjid tidak diperbolehkan melewati batas garis merah pada lantai, sebelum raja Bone duduk di tempatnya, yaitu di samping kiri mimbar, para anggota ade' pitu mempunyai posisi duduk sebelah Utara mimbar (sebelah kanan mimbar), dan sesekali La Mappanyukki merilik dan melihat siapa-siapa anggota ade’ pitu yang hadir dimasjid pada waktu shalat Jum’at maupun shalat fardhu. Adapun yang pernah menjadi imam di masjid Raya juga dikisahkan oleh KH. Abd. Latif, yaitu; imam masjid pertama sekaligus sebagai Imam Bone yaitu; KH. Abd. Jabbar seorang Hafiz Alqur’an (penghapal Alqur’an) dipilih langsung oleh Raja Bone A. Mappanyukki, dan Imam kedua yaitu; H. Andi Poke juga dipilih langsung oleh A. Mappanyuki setelah diseleksi di hadapan para Ulama Bone. hal ini menunjukkan bahwa A. Mappanyukki memiliki peran besar dalam membangun masjid Raya dan memakmurkannya.
Menurut Hamzah Junaid dalam suatu wawancara dengan peneliti, bahwa KH. Muh. Junaid Sulaeman berperan besar dalam membangun pendidikan dan panti asuhan di masjid Raya Watampone, dengan ditandai dengan membuat pengajian tudang (duduk) bagi masyarakat dan santri panti asuhan yaitu pada tanggal 17 Agustus 1966, hal tersebut tertulis dalam akta notaris pada yayasan yang dibentuk oleh KH. Junaid Sulaeman, dengan nama yayasan "Yayasan Syiar Islam disingkat YASLAM, terdaptar pada Notaris Amiruddin Alie, SH. Kantor jalan Makmur nomor 11, pada tanggal 6 Desember 1983 no.3. dengan susunan pengurus ketua umum; KH. Junaid Sulaeman, Ketua I; H. Muh. Darwis H. Rakka, Sekretaris; Abd. Aziz Ridwan, Bendahara; Abu Ubaedah. Atas dasar yayasan Yaslam, pengurus membangun beberapa sarana yaitu; Madrasah Diniyah/Al-Mahmudiyah, Raudatul Athfal, Balai Kesehatan, Panti asuhan, dan kegiatan pengajian Tudang di Masjid Raya. Hamzah Junaid juga menambahkan bahwa nama masjid Raya sebagaimana tertulis pada gafura pagar masjid yaitu "masjid ja>mi'ul al-Ihsa>n" diberikan oleh sang kaligrafer "Syekh Abd. Aziz al-Bah".
Dilihat dari tulisan kaligrafi yang ada dalam masjid Raya sebagai hiasan yang mengelilingi dinding masjid, menunjukkan suatu catatan sejarah bahwa seseorang berkebangsaan Arab Mesir pernah bermukim di Bone selama beberapa tahun dan menulis kaligrafi Arab di masjid Raya dengan tulisan yang indah dengan menggunakan khat s\ulus\| dan diwa>ny, hal ini terlihat pada akhir tulisannya, terbaca bahwa kaligrafi ini ditulis oleh Syekh 'Abd. al-Aziz alBa>h pada tahun 1973 sampai 1974. Hal tersebut dapat diketahui dari tahun penulisan yang tertera pada dinding masjid pada bagian serambi besar belakang. Bahkan murid-murid Syekh al-Bah di Bone masih banyak yang hidup sampai penelitian ini dibuat tahun 2012.

















Dengan demikian, bahwa terdapat beberapa orang yang berjazah dalam membangun dan mengembangkan masjid Raya yaitu dimulai dari sang pemberi wakaf tanah adalah Nusu, kemudian dibangun oleh Raja Bone ke-32 La Mappanyukki Sultan Ibrahim, kemudian masjid ini dipimpin oleh 3 (orang) imam-imam yang alim ulama yang terkenal sampai hari ini. Kemudian sang kaligrafer; Syekh Abd. Aziz al-Bah, juga sangat berperan besar untuk mendekorasi masjid Raya dengan ragam hias kaligrafi Arab dari teksteks ayat-ayat al-Quran, Hadis-hadis nabi saw maupun kata-kata hikmah ulama.
Makna Inskripsi Huruf Arab pada Mimbar Masjid Raya Watampone Salah satu keunikan dan keistimewaan masjid Raya sebagai masjid tua/kuno di Bone adalah memiliki mimbar yang indah, bernilai seni yang tinggi, bentuknya besar, berhias, dan memiliki inskripsi huruf Arab yang berbahasa Bugis yang berisi petunjuk tentang pembangunan masjid Raya, sehingga nilai sejarah yang terkandung didalamnya tak berbantahkan. Itulah kelebihan mimbar masjid Raya Watampone, bila dibanding dengan masjid tua/kuno lainnya di Sulawesi-Selatan.
Definisi makna kata inskripsi yaitu berasal dari bahasa Inggris yaitu; inscription yang bermakna; is writing carved into something made of stone or metal. yang berarti bahwa inskripsi adalah tulisan pada sesuatu yang terbuat dari batu atau logam. Demikian pula arti inskripsi dalam kamus Oxford yaitu; words written on something, cut in stone or stamped in metal. Artinya; kata-kata yang ditulis pada sesuatu yang diukir atau dicetak di atas logam. Dengan demikian bahwa inskripsi adalah suatu seni tulis atau ukir pada suatu tempat selain kertas, yaitu batu, logam, besi, atau kayu. Sehingga posisi inskripsi sebagai data sejarah dianggap sangat kuat eksistensinya bagi kalangan arkeolog.
Inskripsi Arab yang ada di gafura mimbar masjid raya adalah suatu data sejarah yang sangat kuat untuk mengungkap keberadaan masjid Raya, sebagai masjid bersejarah bagi kaum muslimin khususnya di Kabupaten Bone. Adapun inskripsi huruf Arab yang ada di masjid Raya, Masjid Tua dan Bola Sukki sebagai berikut; "Riwettu La Mappanyukki Sultan Ibrahim, Eppo Riwakkanna La Parenrengi Arungpone Matinroe Riajang Benteng, Nagurusui Fancaitana Besse Kajuara Arungpone Matinroe Rimajanna, Napatettongngi Masigie Ri Bone, Ri essona ahad'e, Uleng Sya'ban Tahun 1304 H / 1940 M."
Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, maka artinya sebagai berikut; ketika La Mappanyukki Sultan Ibrahim, Cucu kandung La Parenrengi Raja Bone yang mangkat di sebelah barat Benteng, bersama Paincaitana Besse Kajuara Raja Bone yang mangkat di Majanna, beliau (La Mappanyukki) membangun masjid ini di Bone pada hari Ahad, bulan Sya'ban tahun 1304 H/1940 M.
Dengan demikian, terdapat beberapa kandungan makna dan interpretasi dalam inskripsi tersebut di atas, di antaranya yaitu; isnskripsi ini menggunakan huruf Arab tetapi isinya adalah bahasa Bugis, atau diistilahkan dengan huruf serang bagi kalangan ahli filologi. Karena huruf seperti tersebar di Nusantara dalam bentuk manuskrif-manuskrif kuno. Sedangkan media yang digunakan adalah berasal dari pahatan kayu. Dalam materi inskripsi juga menjelaskan bahwa La Mappanyukki dengan gelar Islam; Sultan Ibrahim sebagai Raja Bone, yang membangun masjid Raya sebagai interpretasi dari kata Nappatettongngi artinya "dibangun oleh", atau atas perintah La Mappanyukki, masjid Raya didirikan. karena saat itu beliau sebagai raja Bone ke-32, dalam masa pemerintahannya di Bone pada tahun 1931-1946.5
Kandungan pesan makna inskripsi yang lain yaitu menjelaskan bahwa La Mappanyukki adalah cucu kandung dari Raja Bone ke-27 La Parenrengi yang mangkat ri Ajang Benteng dan cucu dari Raja Bone ke-28 Pancai’ Tana Besse Kajuara Tenri Awaru yang mangkat (Matinroe) ri Majennang (1857-1860) seorang raja Perempuan. Karena kedua Raja Bone ke-27 dan ke-28 tersebut adalah pasangan suami isteri. Krena ketika Laparenrengi mangkat, maka ade pitu'e di Bone sepakat mengangkat permaisurinya Paincai Tana Besse Kajuara sebagai raja Bone ke-28.
Inskripsi Arab yang terletak pada diding gafura juga mengandung suatu bukti sejarah, bahwa pembangunan masjid raya dan mimbar adalah dibangun secara bersamaan, dibangun oleh raja Bone La Mappanyukki Sultan Ibrahim (ke-32 tahun 1931-1946 dan ke-34 tahun 1957-1960) pada hari Ahad, bulan Sya'ban tahun 1304 H/1940 M. Dalam inskripsi tersebut juga, nama La Mappanyukki belum memakai gelaran Matinroe ri Gowa yang berarti mangkat di Gowa, ini bermakna bahwa La Mappanyukki benar-benar masih hidup ketika mimbar dan masjid Raya dibangun.
Dalam inskripsi ini pula di jelaskan tentang keturunan La Mappanyukki yaitu keturunan dari Raja Bone sebelumnya raja ke-27 La Parenrengi Matinroe ri Ajang Benteng (1845- 1857). Dan Raja Bone ke-28 Pancai’ Tana Besse Kajuara Tenri Awaru Matinroe ri Majennang (1857-1860) seorang raja Perempuan.
Inskripsi Arab di atas juga menunjukkan bahwa di Bone telah berkembang pada saat itu seni kaligrafi Arab dari pahatan kayu, karena selain inskripsi mimbar masjid Raya, juga terdapat inskripsi Arab pada tempat yang lain yaitu; inskripsi ayat Alqur’an pada mimbar masjid Tua al-Mujahidin Watampone, dan inskripsi Arab pada dinding "Bola Sukki" yang terletak di jalan Merdeka Watampone, saat ini berfungsi sebagai kantor Perpustakaan daerah Hal ini menjelaskan tentang adanya relasi inskripsi yang sangat kuat dikalangan para seniman kala itu di kota Watampone.[BP]
Lokasi Masjid Raya Watampone