Ma'tinggoro Tedong Adat Toraja dalam Prosesi Rambu Solo

Ma’tinggoro Tedong adalah salah satu tradisi yang unik dari suku Toraja, Ma’ Tinggoro Tedong adalah menyembelih kerbau dengan cara ditebas dengan parang satukali pada leher kerbau. Istilah ma’tinggoro tedong kadang diisitilahkan dngan Mantunu Tedong atau artinya membakar kerbau. Ma’tinggoro tedong biasanya dilaksanakan setelah menerima tamu dalam adat rambu solo Toraja. Jika orang besar atau bangsawan Toraja di pestakan, maka tak jarang yang ditinggoro adalah tedong bonga, tedong saleko, tedong lotong boko, tedong tondong langi’ yang harga per ekornya sampai Milayaran rupiah. Dakam ritual matinggoro tedong ini, bukan Cuma kerbau yang dipotong tapi juga disertai puluhan sampai ratusan babi, serta hewan-hewwan lain semisal sapi, kuda, atau kijang.

Ma’ tinggoro tedong merupakan rangkaian dalam upcara rambu solo ( upacara kematian ) masyarakat suku toraja. Dalam memperingati kematian salah warga toraja, salah satu tradisi didalamnya adalah melaksanakan pemotongan kerbau yang dikenal sebagai acara Ma’ Tinggoro. Ma’tinggoro tedong atau pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas. Awalnya tradisi ma’ tinggoro merupakan tuntutan agama atau Aluk Todolo (Ajaran leluhur), tetapi setelah berjalannya waktu tradisi ini tidak lagi dimaknai sebagai tuntutan Aluk tetapi sebagai tatacara untuk  membagi kehidupan terhadap orang lain, acara ma’ tinggoro merupakan acara solidaritas yang dilakukan oleh warga toraja yang ada dikota bontang dimana tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat toraja. Dalam acara ini seluruh warga toraja bisa menikmati daging setelah selesainya acara ma’ tinggoro. Orang toraja tidak mengenal yang namanya membagi-bagikan uang secara tunai, tetapi orang toraja selalu berbagi dalam bentuk daging,karena itu adalah bentuk solidaritas.





































Setiap upacara kematian di Tana Toraja pihak keluarga dan kerabat almarhum berusaha untuk memberikan yang terbaik. Caranya adalah dengan membekali jiwa yang akan bepergian itu dengan pemotongan hewan, biasanya berupa kerbau dan babi sebanyak mungkin. Para penganut kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa roh binatang yang ikut dikorbankan dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti arwah orang yang meninggal dunia tadi menuju ke puya. Sebelum Kerbau ditinggoro, adapun hal yang perlu diperhatikan yaitu ikatan kaki kerbau yang akan disembelih,dan harus diikat dengan keras dan biasanya diikatkan pada kayu yang di tancapkan pada tanah ataupun pada pohon . Dalam beberapa kasus, si penyembeli kerbau menebas hingga lebih dari satu kali, karena kerbau yang ditinggoro tersebut tidak mati dalam satukali tebasan parang (la’bo’). Ma’ tinggoro tedong jika dilihat dari caranya memang banyak kontroversi bagi masyarakat luar daerah toraja atau daerah lain. Namun, cara ini bagi masyarakat toraja ma’ tinggoro tedong sudah menjadi tradisi leluhur yang turun temurun dan tidak bisa ditinggalkan dan mungkin mengandung maksud dan tujuan tertentu. Ma’ tinggoro tedong biasanya hanya dilakukan oleh orang yang sudah biasa atau handal melakukannya, dan disertai dengan skill dan pengetahuan yang khusus tentang cara ma’ tinggoro tedong. Mungkin bagi daerah lain ini adalah cara yang aneh namun bagi masyarakat toraja ini adalah sesuatu atau cara yang hanya dilakukan oleh suku toraja, dan mungkin akan terus dilakukan, dan juga Ma’ Tinggoro Tedong merupakan salah satu kekayaan tradisi masyarakat suku Toraja.