Upacara Rapasan Rambu Solo’ Pada Bangsawan Toraja

Upacara Rapasan Rambu Solo’ Pada Bangsawan Toraja -  Upacara Rapasan adalah upacara pemakaman yang dikhususkan bagi kaum bangsawan tinggi (tana’ bulaan). Dalam upacara jenis Rapasan, upacara dilaksanakan sebanyak dua kali. Upacara itu dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.

Upacara Rapasan Diongan atau Didandan Tana’ (artinya di bawah atau menurut syarat minimal). Dalam upacara itu korban kerbau sekurangkurangnya sembilan ekor, dan babi sebanyak yang dibutuhkan/ sebanyakbanyaknya. Karena upacara Rapasan dilaksanakan sebanyak dua kali, upacara pertama dilaksanakan selama tiga hari di halaman tongkonan, dan upacara kedua dilaksanakan di rante. Upacara pertama disebut sebagai Aluk Pia atau Aluk Banua, yang berlangsung sekurang-kurangnya 3 hari di halaman tongkonan, sedangkan upacara kedua disebut Aluk Palao atau Aluk Rante karena pelaksanaanya berlangsung di rante dan dapat dilangsungkan selama yang diinginkan oleh keluarga. Jumlah kerbau yang dikorbankan dalam upacara pertama sama dengan jumlah yang  dikorbankan dalam upacara kedua meskipun kadang- kadang dilebihkan satu atau dua ekor pada upacara kedua.

Upacara Rapasan Sundun atau Doan (upacara sempurna/ atas). Upacara itu diperuntukkan bagi bangsawan tinggi yang kaya atau para pemangku adat. Dalam upacara itu dibutuhkan korban kerbau sekurang- kurangnya 24 ekor, dengan jumlah babi yang tidak terbatas untuk dua kali pesta. Upacaranya berlangsung seperti upacara Rapasan Diongan.

Upacara Rapasan Sapurandanan (secara literal diartikan serata dengan tepi sungai ) berlangsung dengan korban kerbau yang melimpah (ada yang mengatakan di atas 24,30, bahkan di atas 100 ekor). Pada upacara itu, selain menyiapkan duba- duba (tempat pengusung mayat yang mirip dengan rumah tongkonan), disiapkan juga tau-tau, yaitu patung orang yang meninggal, yang diarak bersama dengan mayat ketika akan dilaksanakan Aluk Palao atau Aluk Rante.

Rambu Solo’ terdiri atas beberapa ritual adat yang dilakukan secara runtut oleh masyarakat Toraja. Ritual tersebut mengandung makna yang dipercaya oleh masyarakat Toraja hingga saat ini. Ritual dalam Rambu Solo’ terdiri atas Mappassulu’, Mangriu’ Batu, Ma’popengkaloa, Ma’pasonglo, Mantunu Tedong, dan Mappasilaga Tedong.

Setelah keluarga Allu sepakat dengan Rambu Solo yang akan digelar, maka keluarga mengadakan mappassulu’. Mappassulu’ merupakan simbol ritual yang diadakan untuk memberi tahu warga sekitar bahwa akan diadakan Rambu Solo secara meriah dalam waktu dekat. Dalam hal ini, keluarga harus menyembelih kerbau sebagai sesajian.

Sebelum Rambu Solo digelar, maka ritual sebelumnya yang dilakukan adalah Mangriu’ batu. Hal ini juga dilakukan oleh keluarga Rante Ralla. Mangriu’ batu bertujuan untuk megusung batu dan di bawa ke tempat yang digunakan untuk Rambu Solo. Tempat yang digunakan untuk untuk upacara pemakaman seperti lapangan yang luas. Di tempat itulah batu itu kemudian ditanam dan digunakan untuk menempatkan tali kerbau saat upacara pemakaman berlangsung. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada batu itu. Setelah disembelih, daging kerbau akan dipotong-potong dan akan dibagikan kepada tamu yang hadir.

Ritual selanjutnya adalah ma’popengkaloa. Ritual ini juga dilakukan kepada Rante Ralla yang akan diupacarakan Rambu Solo’ oleh keluarganya. Ritual ma’popengkaloa dimaksudkan untuk menurunkan mayat ke lumbung untuk disemayamkan. Lumbung ini digunakan sebagai tempat menyimpan mayat yang ada di bagian depan tongkongan induk. Ma’popengkaloa atau biasa disebut Ma’mopengkalo Alang adalah proses pengarakan mayat yang telah dibungkus menuju ke sebuah lumbung untuk disemayamkan. Ritual selanjutnya yang dilakukan adalah ma’pasonglo yang dilakukan untuk mengusung mayat Rante Ralla ke kerandanya. Ritual ma’pasonglo bertujuan untuk menaikkan mayat ke keranda yang telah dihiasi. Keranda dihias dengan benang emas dan perak atau biasa dikenal dengan ritual ma’roto.

Keranda tersebut dikenal dengan saringan. Saringan adalah keranda jenazah yang dihiasi oleh bermacam-macam ukiran dan berbentuk seperti tongkonan. Ma’pasongolo atau a’Palao yaitu proses perarakan jasad dari area tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian. Saat Rambu Solo dimulai, terdapat ritual mappasilaga tedong yang bersifat hiburan. Ritual mappasilaga tedong berisi rangkaian acara hiburan pada sore hari setelah proses penerimaan tamu selesai dengan mempertontonkan ma’pasilaga tedong yang artinya adu kerbau. Selama upacara Rambu Solo’, maka kegiatan ini yang paling ditunggu-tunggu. Oleh sebab iu penonton sangat antusias dengan hal ini. Adu kerbau ini merupakan dijadikan sebagai sarana hiburan. Kemudian, kerbau tersebut ditebas oleh seorang yang ahli di bidangnya.

Ritual dalam maapasilaga tedong dilakukan oleh ahlinya yang disebut dengan Pa’tingoro. Seseorang itu mempunyai keahlian khusus dalam menebas kerbau. Kerbau itu ditumbangkan dengan sekali tebas. Setelah itu, darah yang mengalir dari tubuh kerbau itu akan dikumpulkan dalam wadah untuk dimasak. Kemudian ada orang-orang yang sudah bersiap membawa wadah untuk mengumpukan darah kerbau tersebut. Selanjutnya, darah kerbau itu akan dimasak dan dimakan bersama.

Setelah itu maka rangkaian acara selanjutnya yang dilakukan adalah Mantunu Tedong. mantunu tedong merupakan menebas kerbau dan babi saat upacara pemakaman yang dilakukan. Cara penyembelihan khas orang Toraja adalah dengan melakukan satu kali tebasan saja yang dilakukan menggunakan parang yang dilakukan oleh ahlinya.

Pelaksanaan ritual Rambu Solo’ di Tana Toraja sarat dengan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai sosial yang terbentuk dalam upacara kematian ini, lamakelamaan akhirnya menjelma menjadi tradisi dalam tata pergaulan masyarakat adat Toraja. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab ritual Rambu Solo’ tetap bertahan di tengah zaman yang berubah.[bp]