Upacara Adat Mappalili Arajang di Segeri Pangkep Tahun 2022

Upacara Adat Mappalili Arajang di Segeri Pangkep Tahun 2022 – Sobat berakhir pekan pada kesempatan kali ini blog ini kembali share mengenai Ritus Tahunan Mappalili arajang Segeri Pangkep Sulsel tahun 2022. Pada tahun ini upacara adat ini dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut dengan puncaknya pada pagi hari tanggal 16 November 2022.

Puang Matowa sebagai pimpinan upacara duduk didepan Arajang  dengan posisi duduk bertungku satu kaki, sementara tangan kirinya memegang sebuah parang, lalu mengucapkan mantra. Puang Matowa yang mencoba berkomunikasi dengan para dewata atau arwah leluhurnya. Komunikasi dengan arwah leluhur untuk untuk mendapatkan restu, ini dilakukan terus menerus sepanjang upacara pada saat-saat tertentu yakni pada tengah hari (mattangasso), petang (malabu’esso), tengah malam (matengnga benni), dalam proses membangunkan arajang puang matowa menggunakan nyanyian yang mana lagu ini menggunakan bahasa Dewata ( bahasa torilangi ) dan maknanya hanya dipahami oleh Bissu.

Kegiatan tersebut oleh kalangan Bissu  dikatakan sebagai salah satu ritual meminta izin kepada leluhur agar benda yang dianggap bersejarah itu dapat diturunkan. Katanya, pamali jika tidak dilakukan ritual seperti ini. Dan akhirnya, benda yang terbungkus kain putih dan tergantung di langit – langit ruangan itu pun lalu diturunkan.

Kedua, setelah Matteddu Arajang akan dilanjutkan dengan dengan Mappalesso Arajang. Arajang diturunkan dari tempatnya ) Arajang dipindahkan disebuah ruang terbuka yang mirip pendopo, tujuh pemangku adat bersama sejumlah Bissu  membopong benda pusaka yang berupa Bajak sawah keluar ruangan terbuka yang mirip pendopo, setelah Arajang dipindahkan kemudian dibuka dan dibaringkan seperti jenazah. Arajang ditutupi daun Pisang kemudian ujungnya diberi tumpukan beberapa ikat padi yang masih berbentuk bulir kemudian pada bagian atas tumpukan padi itu dipasangi payung khas Bugis.

Ketiga, Mallekko Bulalle atau menjemput nenek. Belalle ini adalah nama orang dengan wujud tidak seperti manusia, yang tinggal di sebuah hutan. Penjemputan ini dilakukan di Pasar. Sebelum penjemputan dilakukan di Pasar terlebih dahulu menyiapkan beberapa bahan ritual.

Keempat, Mallekke Uwae adalah proses setelah Arajang  dipindahkan kemudian dilanjutkan dengan memandikan Arajang  dengan air Suci yang diambil dari sungai Segeri. Air di ditempatkan didekat kepala dan kaki Arajang  kemudian Puang matowa dan beberapa tokoh masyarakat memandikan Arajang . Saat memandikan Arajang . banyak masyarakat yang belomba-lomba untuk mengambil air dari bekas Arajang, mereka meyakini bahwa air tersebut bisa menjadi obat untuk tanaman padi.

Kelima, pukul 19.00 WIB giliran para Bissu untuk melakukan tari Mabbissu atau Magiri. Mabbissu berasal dari kata Bissu  yang mendapat awalan ma yang berarti melakukan tarian Bissu . Sementara Bissu  berasal dari kata Bessi yang berarti bersih dan kuat. Puncak dari tari Mabbissu adalah Ma‟giri adalah tarian para Bissu  dengan menusuk-nusukkan benda tajam di bagian tubuhnya seperti, mata, telapak tangan, leher, dan perut. Tari Ma‟giri merupakan tarian unik dengan mempergunakan sebilah keris pusaka yang mengandung unsur mistis didalamnya. Tari ini sudah berusia ratusan tahun Sebelum melakukan tari Ma’giri mereka berdandan semaksimal mungkin untuk tampil paling cantik.

Pada saat upacara ritual pada jaman dahulu para Bissu  memakai kostum berwarna kuning dan merah, sedangkan Puang Matowa memakai warna putih. Namun perkembangan jaman sekarang selain sebagai upacara ritual, atraksi Bissu  juga sebagai sebuah pertunjukan. Sehingga untuk kostum dan asesoris yang dipergunakan semakin menarik, indah, dan lengkap. Warna kostum yang dipakai pun makin mencolok, walaupun itu untuk pakaian yang dikenakan oleh Puang Matowa (pua mtoa), sehingga tidak hanya warna putih saja.  Adapun properti-properti atau kelengkapan alat-alat yang dipergunakan, menurut Halilintar seperti yang ditulis dalam bukunya yang berjudul Bissu dan Peralatannya, properti yang dipergunakan dalam menari Bissu  mempergunakan:

  • Alosu (alosu), yaitu seperti tongkat kayu yang pendek, bentuknya seperti kepala burung, yang dianyam dengan indah dengan daun lontar, dan diberi ekor-ekoran. Ada satu lagi yang dibungkus dengan kain warna merah, dan ekor-ekoran juga disebut dengan Arumpigi;
  • Teddung Buburu (etdu buburu), yaitu payung berwarna kuning atau orange ini biasanya terbuat dari kain sutra dan bergagang dari kayu atau bambu. Pinggiran pada payung dihiasi dengan renda-renda yang indah. Kemudian ada juga yang menggunakan bendera sebagai pelengkap properti yang disebut dengan Bendera Arajang;
  • Besi Banrangga adalah seperti sebuah tombak yang diletakkan pada tempatnya berdampingan dengan payung;
  • Oiye adalah seperti irisan bambu kecil dan panjang yang dibalut dengan daun lontar
  • Lellu adalah seperti tenda berwarna kuning dan hanya bagian atasnya, samping kanan dan kiri tanpa kain, disangga dengan kayu membentuk persegi lima.
  • Paccoda adalah perlengkapan untuk menari, yaitu sebuah kotak kayu persegi delapan yang dibungkus kain berwarna kuning.

Kegiatan terakhir adalah mengarak arajang keliling kampung. Ini menjadi aba-aba bahwa waktunya untuk turun membajak sawah. Selain berkeliling kampung, arajang dibawa ke tengah sawah yang sekarang sudah menjadi kawasan empang. Arajang disentuhkan ke tanah, lengkap dengan sesembahan, termasuk menyembelih ayam, yang merupakan bagian dari sesembahan. Pada saat mengarak, setiap warga yang dilewati bisa menyiramkan air ke rombongan pengarak Arajang . Kegiatan ini merupakan bentuk permintaan hujan kepada Sang Pencipta. Mappalili sebagai salah satu upacara sakral yang mempunyai beberapa pantangan yang harus ditatati oleh masyarakat, pantangan itu seperti :

  • Selama upacara berlangsung, warga masyarakat pantang bertengkar, baik dalam keluarga sendiri maupun orang lain, bila hal itu terjadi, kemungkinan Arajang ( Dewata ) akan marah. Hal ini akan menyebabkan kesuburan tanah akan hilang dan tanaman tidak akan tumbuh baik
  • Dalam perjalanan arak-arakan membawa arajang, pantang sesuatu melintas didepannya. Hal ini mengandung pengertian bahwa kalau terjadi hal demikian akan terjadi kegagalan dalam usaha penanaman yang mungkin desebabkan oleh hama dan tikus.
  • Petani berpantang mendahului arajang membajak sawahnya. Bila ini terjadi, maka orang yang mendahului Arajang akan rusak tanamannya karena dianggap tidak mendapat berkah dari Arajang
  • Pantang menyuguhkan/ memberi saji-sajian yang sudah pernah diambil sebagian oleh manusia. Makanan yang dimaksud seperti pisang, yang telah hilang sebagian baunya atau makanan lainnya yang sudah pernah dimakan oleh manusia atau binatang. Semuanya ini dianggap kurang hormat kepada Arajang.
  • Pantang memandikan Arajang selain dari sungai Segeri. Hal demikian dianggap kurang wajar. Karena asal kedatangan Arajang melalui Sungai Segeri. Oleh karena itu air mandinya haruslah air dari sungai Segeri. Bila terjadi pelanggaran, maka masyarakat bersama seluruh tanaman mengalami kekeringan yang berarti pula bahwa manusia akan mengalami kesulitan pangan.[bp]