Raden Ayu Lembah - Susuhunan Amangkurat III, penguasa Kraton Kartasura (1703-1705) murka. Beredar desas-desus bahwa permaisuri yang dikasihinya, Raden Ayu Lembah, menjalin hubungan asmara dengan Raden Sukro, anak Patih Sindurejo. Amangkurat III alias Amangkurat Mas atau juga disebut Sunan Mas (dipayungi pada foto lukisan koleksi Universitas Leiden dari ilustrasi buku yg disusun oleh J.H.Maronier : Picture of the Tropic) dikenal berperangai buruk, kejam, dan sewenang-wenang.
Tanpa mempertimbangkangkan kebenaran
mengenai kabar perselingkuhan itu, penguasa Kraton Kartasura itu langsung
memerintahkan untuk menghabisi Raden Sukro dg cara dicekik lehernya (foto
ilustrasi berpakaian kuning di tengah). Selanjutnya eksekusi terhadap Sang Ratu
berlangsung penuh haru . Sang Raja menggelandang Ratu Ayu Lembah kepada ayahnya
: Pangeran Puger (yg kelak bergelar S.I.S.K.Susuhunan Pakubuwono I), sekaligus
memerintahkan kepada mertuanya itu untuk membunuhnya. Selain sebagai mertua,
Pangeran Puger adalah pamannya sendiri (adik Amangkurat II). Sementara para
dayang-dayang Ratu Ayu Lembah harus dilucuti pakaiannya dan dilemparkan ke
kandang harimau.
Hukuman kurungan juga dijatuhkan ke Raden
Setiokusumo (salah satu putra Pangeran Puger, berpakaian kuning di kurungan
sebelah kiri) yang didakwa hendak meletupkan pemberontakan di alun-alun
kerajaan. Jasad para pemberontak Kerajaan Mataram ini kemudian dimakamkan di
Astana Banyusumurup, di desa Girirejo Imogiri Bantul Yogyakarta, yg dibangun
khusus untuk memakamkan jasad mereka.
Amangkurat III memerintahkan hukuman mati
pada Raden Ayu Lembah (istrinya) dan Raden Sukra (anak dari seorang pejabat
yang berselingkuh dengan Raden Ayu Lembah) pada tahun 1703, sementara Raden
Sotjo Koesomo, yang mencoba memberontak, dikurung dalam sebuah sangkar dan
dipamerkan di alun-alun. Konon, Pakubuwana I, yang merupakan ayah Raden Ayu
Lembah, dipaksa Amangkurat III untuk menghukum mati putrinya, seperti yang
tergambar di lukisan.
Ikuti Kami di: