11 Destinasi Wisata di Trowulan Mojokerto Yang Sarat Dengan Peninggalan Kerajaan Majapahit

11 Destinasi Wisata di Trowulan Mojokerto Yang Sarat Dengan Peninggalan Kerajaan Majapahit – Sahabat berakhir pekan pada kesempatan kali ini Blog ini akan berbagai informasi mengenai 11 destinasi Wisata sejarah yang layak anda kunjungi jika berwisata di Trowulan Mojokerto Jawa Timur, Apa saja itu? Silahkan Simak Artikel selengkapnya dibawah ini:

11 Destinasi Wisata di Trowulan Mojokerto Yang Sarat Dengan Peninggalan Kerajaan Majapahit

Gapura Wringin Lawang

Gapura Wringin Lawang berbentuk seperti gapura yang berada di daerah Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Gapura yang terletak di dekat jalan raya ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit pada abad ke 14. Arti Wringin Lawang sendiri adalah Pintu Beringin dalam Bahasa Jawa. Gapura ini memiliki ukuran yang besar, yaitu panjang 13 meter dan lebar 11 meter dengan tinggi 15,5 meter. Gapura ini pun tersusun dari bata merah yang mirip dengan arsitektur Bali. Selain  itu, gapura ini tidak punya atap sehingga disebut sebagai gapura bentar. Gapura Wringin Lawang sebenarnya sudah tidak mempunyai struktur yang utuh. Namun pada sekitar tahun 1991 atau 1992, dilakukan pemugaran hingga tahun 1994 atau 1995. Masih banyak spekulasi mengenai fungsi dari gapura ini. beberapa ahli ada yang menyimpulkan bahwa Wringin Lawang dulunya merupakan pintu gerbang masuk pada sebuah kompleks Kerajaan Majapahit. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa Wringin Lawang ialah gapura ke rumah Patih Gajah Mada. Beberapa ahli lainnya juga mengatakan bahwa gapura ini adalah pintu masuk Kerajaan Majapahit dari utara Candi Wringin Lawang. Ada juga yang berpendapat bahwa gapura ini berfungsi untuk menyambut tamu penting. Meskipun terdapat banyak pendapat mengenai fungsi dari gapura tersebut, namun yang pasti Gapura Wringin Lawang adalah suatu gapura untuk memasuki suatu tempat di era Kerajaan Majapahit.

Candi Brahu

Candi Brahu merupakan salah satu tempat wisata sejarah yang menarik di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Bangunan kuno ini memiliki sejarah panjang yang menarik untuk diketahui. Indonesia yang kaya akan sejarah dan peradaban masa lalu menjadikan Candi Brahu sebagai salah satu peninggalan sejarah yang patut dikunjungi. Bagi Anda yang ingin berlibur bersama keluarga, Candi Brahu dapat menjadi salah satu tempat piknik murah di Mojokerto yang menyenangkan. Selain menikmati keindahan bangunan Candi Brahu, Anda juga dapat menikmati waktu bersama keluarga di sana. Jawa Timur memang memiliki banyak destinasi wisata yang menarik, tak hanya wisata alam, namun juga wisata sejarah. Ketika Anda berencana mengunjungi Candi Brahu Mojokerto dan sedang mencari informasi mengenai wisata di dalamnya, artikel wisata Mojokerto ini dapat menjadi referensi perjalanan liburan Anda. Dengan mengunjungi Candi Brahu, Anda dapat merasakan pengalaman perjalanan liburan yang seru dan menyenangkan bersama keluarga tercinta. Menjelajahi wisata sejarah di Mojokerto ini akan memberikan Anda banyak pengetahuan baru tentang sejarah dan peradaban masa lalu yang ada di Indonesia. Tak hanya itu, selain menikmati keindahan Candi Brahu, Anda juga dapat mengunjungi beberapa tempat wisata sejarah lainnya di sekitar Kabupaten Mojokerto, seperti Candi Tikus dan Museum Trowulan. Dengan begitu, perjalanan liburan Anda akan menjadi lebih berkesan dan bermanfaat. Candi Brahu sendiri merupakan salah satu peninggalan sejarah Hindu yang dibangun pada masa Kerajaan Majapahit. Bangunan ini memiliki arsitektur yang sangat estetik dengan ornamen-ornamen khas Hindu yang menjadi daya tarik utamanya.

Makam Raden Wijaya

Raden Wijaya merupakan pendiri dari kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana. Sebagai salah satu raja berpengaruh dan memiliki sejarah yang panjang, tak heran jika makam Raden Wijaya hingga kini masih banyak didatangi para peziarah. Bahkan kabarnya, banyak pejabat dan Presiden Republik Indonesia datang untuk melakukan napak tilas dan bermeditasi di tempat ini. Lokasinya berada di Dusun Kedungwulan Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur dan dekat dengan Candi Brahu, Maha Vihara Majapahit, dan Kampung Majapahit. Situs ini ditemukan pada tahun 1965, saat itu hanya berbentuk tumpukan batu bata kuno dengan tinggi 1,5 meter dan luas sekitar 15 meter persegi. Kemudian pada tahun 1968 situs diperbaiki oleh pemerintah Desa setempat. Situs ini juga dikenal dengan sebutan Lemah Geneng, yang artinya sama dengan Siti Inggil yaitu tempat yang tinggi atau tanah yang tinggi. “Dulu disebut Lemah Geneng, artinya tanah yang tinggi. Sama juga artinya dengan Siti Inggil yang dulu muncul saat di eranya Pak Harto.

Candi Bajang Ratu

Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.

Kolam Segaran

Kolam Segaran merupakan satu-satunya kolam kuno terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia. Luasnya kurang lebih 6,5 hektare dengan bentuk membujur ke arah utara-selatan sepanjang 375 meter dengan lebar 175 meter. Sekeliling tepi kolam dilapisi dinding setebal 1,60 meter dengan kedalaman 2,88 meter. Pemugaran Kolam Segaran pertama kali dilakukan pada 1966, namun hanya sekadarnya. Kemudian, pada tahun 1974 pemugaran dilakukan lebih terencana dan menyeluruh. Pemugaran ini memakan waktu hingga sepuluh tahun.

Makam Troloyo

Makam Troloyo di Mojokerto terkenal karena adanya makam Syekh Jumadil Kubro, kakek dari Walisongo. Namun, kompleks pemakaman ini masih menyimpan kisah yang tak banyak orang tahu. Pemerhati Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq mengatakan, potret Makam Troloyo di masa lalu direkam dalam tulisan William Barrington d'Almeida, penulis buku Life In Java. Buku tersebut diterbitan Hurst and Blackett London tahun 1864. d'Almeida mampir ke Makam Troloyo dalam kunjungannya selama satu hari di Mojokerto. Dalam tulisannya, lanjut Ayuhanafiq, d'Almeida menyebut Makam Troloyo dengan nama Kooboran Plataharan. Kompleks pemakaman di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Mojokerto itu mempunyai luas sekitar 3,5 acre atau 152 ribu kaki persegi.

Museum Majapahit

Museum Trowulan adalah museum arkeologi yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Museum ini dibangun untuk menyimpan berbagai artefak dan temuan arkeologi yang ditemukan di sekitar Trowulan. Tempat ini adalah salah satu lokasi bersejarah terpenting di Indonesia yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Majapahit. Kebanyakan dari koleksi museum ini berasal dari masa kerajaan Majapahit, akan tetapi koleksinya juga mencakup berbagai era sejarah di Jawa Timur, seperti masa kerajaan Kahuripan, Kediri, dan Singhasari. Museum ini terletak di tepi barat kolam Segaran. Museum Trowulan adalah museum yang memiliki koleksi relik yang berasal dari masa Majapahit terlengkap di Indonesia. Sejarah Museum Trowulan berkaitan erat dengan sejarah situs arkeologi Trowulan. Reruntuhan kota kuno di Trowulan ditemukan pada abad ke-19. Sir Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal Jawa antara tahun 1811 sampai tahun 1816 melaporkan keberadaan reruntuhan candi yang tersebar pada kawasan seluas beberapa mil. Saat itu kawasan ini ditumbuhi hutan jati yang lebat sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan survei yang lebih terperinci.

Candi Tikus

Candi Tikus adalah sebuah peninggalan dari kerajaan yang bercorak Hindu yang terletak di Kompleks Trowulan, tepatnya di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nama Tikus hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat Candi tersebut berada merupakan sarang tikus. Di sana pemandangannya sangat bagus. Mengunjungi Candi Tikus ini, jauhnya sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Patokannya dari jalan raya Mojokerto–Jombang, tepat di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan sekitar 600 m dari Candi Bajangratu di sebelah kiri jalan. Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M, karena miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa itu.

Situs Kumitir

Situs Kumitir adalah kompleks peninggalan kepurbakalaan yang bertapak di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Situs ini mendapatkan perhatian serius sejak tahun 2017, setelah pemberitaan cukup luas pada bulan April 2017 mengenai kegiatan penggalian dan penjualan bongkahan batu bata kuno oleh penyewa lahan. Akibat ramainya pemberitaan, baik melalui media sosial maupun media massa, kegiatan penggalian tersebut dihentikan. keberadaan suatu bangunan di Kumitir sebelumnya sudah disebutkan dalam Kidung Wargasari, Kitab Desyawarṇana (Negarakrtagama), dan Pararaton. Ketiganya menyebutkan bahwa di Kumitir (atau Kumêpêr, menurut Pararaton) terdapat bangunan pendarmaan bagi Mahisa Campaka (atau Narasinghamurti), raja Tumapel, yang memerintah bersama-sama dengan Ranggawuni (atau Wisnuwardhana). Mahisa Campaka adalah kakek dari Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Lokasi situs ini berada di dekat Candi Tikus dan diperkirakan menjadi batas timur bagi kotaraja Majapahit di masa lalu.  Di dekatnya juga diketahui terdapat bekas waduk kuno yang sekarang berwujud rawa; oleh penduduk setempat disebut Rawa Kumitir.

Pendopo Agung Trowulan

Pendopo Agung Trowulan adalah bangunan cagar alam yang berlokasi di Mojokerto. Pendopo Agung Trowulan dibangun pada tahun 1964-1973 oleh Kodam 5 Brawijaya. Pendopo ini terdapat di Dusun Nglinguk, Desa Trowulan, Kecamatan Trowula, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Bangunan pendopo ini berdiri di bekas Pendopo Agung Kerajaaan Majapahit. Pada masa lalu, pendopo tersebut merupakan tempat Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Setelah pengunjunga memasuki gerbang terdapat cungkup kecil di sebelah kiri. Di dalamnya terdapat tugu prasasti dan di atasnya ada sebuah patung Mahapatih Gajah Mada yang hanya sebentuk dada hingga kepala. Patung Patih Gajahmada diresmikan pada tanggal 22 Juni 1986 oleh Komando Pusat Polisi Militer. Di hadapan patung Mahapatih Gajahmada terdapat monumen yang bertuliskan komitmen para tokoh bangsa untuk tetap menjaga keutuhan negara Indonesia. Monumen tersebut ditandatangani pada 21 Februari 2008 oleh tokoh-tokoh terkenal, seperti Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Gubernur Jawa Timur, dan beberapa pejabat lainnya. Tidak jauh dari monumen tersebut terdapat patung yang menggambarkan sosok penguasa Majapahit, Raja Brawijaya. Pada bagian dalam Pendopo Agung Trowulan hampir keseluruhannya terbuat dari kayu, kecuali dasar pilar yang menggunakan umpak batu. Terdapat deretan relief yang berkisah tentang sejarah Kerajaan Majapahit di belakang pendopo. Di salah satu bagian dinding ada nama-nama Panglima Kodam Brawijaya yang dipahat. Lebih ke belakang lagi terdapat Petilasan Panggung. Bangunannya berupa joglo kecil dan terpisah dari area Pendopo Agung Trowulan. Petilasan Panggung dipercaya sebagai tempat Raden Wijaya melakukan semedi sebelum ia membuka pemukiman di Hutan Tarik di tepian Sungai Brantas yang menjadi cikal bakal Kerajaan Majapahit.

Kampung Majapahit Bejijong

Wisata sejarah bisa menjadi pilihan liburan cukup menarik bersama keluarga. Salah satunya dengan berwisata ke salah satu wilayah yang konon menjadi Ibu Kota Kerajaan Majapahit di Desa Bejijong, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.  Dengan mengusung konsep desa wisata one village multi product, setiap wisatawan akan mendapatkan paket wisata berbasis seni budaya, sejarah, alam, dan industri kreatif sekaligus. Potensi yang kami jual memang dari masyarakat. Mulai dari home stay, pengarajin batik dan cor kuningan, ada juga Situs Siti Inggil yang di dalamnya terdapat petilasan Raden Wijaya, raja pertama di Kerajaan Majapahit, Candi Brahu, dan patung Buddha Tidur terbesar ke 3 di dunia. Desa yang konon terletak di pusat Ibu Kota Majapahit ini, kini telah banyak menarik wisatawan dari berbagai penjuru negeri.