Bunker Ketiga Peninggalan Tentara Jepang Di Jalan Poros Maros Bone [Kampung Pattunuang]

Bunker Ketiga Peninggalan Tentara Jepang Di Jalan Poros Maros Bone [Kampung Pattunuang] - Kekuasaan Hindia Belanda di bumi Nusantara runtuh saat meletusnya perang dunia kedua. Dimulai masuknya tentara Nazi Jerman ke Belanda, pada Mei 1941, dan masuknya tentara Jepang ke Indonesia. Akibat serangan Nazi Jerman, negeri Belanda hancur dan Parlemen Belanda dipindah ke Inggris. Tanpa perlawanan berarti, mereka menyerah kepada Jerman. Tetapi di Indonesia, mereka masih tetap sombong. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Sekutu Jerman, Jepang segera masuk ke Indonesia. Pendudukan tentara Jepang di Asia Timur, dimulai dari Tarakan, terus ke Ambon, Sumatera, dan Sulawesi Selatan. Hingga akhirnya, Jepang masuk ke Pulau Jawa, pada 8 Maret 1942.

Dengan tibanya tentara Jepang, pasukan Belanda langsung melarikan diri. Kota-kota dibiarkan kosong, penduduk disuruh mengungsi. Saat pendudukan Jepang di Makasar, pada 8 Februari 1942, tidak ada pemerintahan kota. Penduduk banyak yang mengungsi ke luar kota, di kawasan Sungguminasa yang jaraknya 15 kilometer dari pusat kota. Di antara penduduk yang mengungsi itu terdapat para tokoh perintis kemerdekaan yang telah diasingkan Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia, sebelum pecah perang dunia kedua.  Di antara para tokoh itu ada Mr Iwa Kusuma Sumantri, beserta istri yang sedang mengandung dan empat orang anaknya. Selain itu, ada juga Manai Sofyan, pengajar Taman Siswa dan sekolah dagang, Yusuf Daro Sama, pimpinan PSII, Najamuddin Daeng Malewa, tokoh berpengaruh di Makasar, dan Sudibyo Hadikusumo, seorang dokter hewan yang dikenal dengan Sudibyo Condronegoro.

Melihat sederet tokoh itu, pimpinan tentara Jepang di Makassar meminta mereka untuk membangun kembali pemerintahan kota yang telah ditinggalkan Pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya, para tokoh tersebut tidak langsung menerima tawaran Jepang. Namun dengan pertimbangan yang matang, mereka terpaksa memenuhi kemauan Jepang dengan membentuk pemerintahan kota. Akhirnya, terpilihlah Najamuddin Daeng Malewa dan Yusuf Samah sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makasar di zaman pendudukan Jepang.  Dalam dua bulan, pemerintahan kota pulih kembali. Sementara Mr Iwa Kusuma Sumantri, terpilih sebagai Dai Ichi Buch atau Kepala Pengadilan Pertama di Makasar. Kendati bukan orang Makassar, Mr Iwa terpilih karena latar belakang pendidikan hukum yang telah dimilikinya. Baik sebagai lulusan fakultas hukum di Indonesia dan Belanda, juga sebagai pengacara.

Selama di Makassar, Jepang menerapkan politik yang sangat kejam. Mereka ingin menyingkirkan kaum intelektual dengan mempekerjakan mereka tidak sesuai bidangnya. Sebagai contoh, seorang perawat diangkat menjadi kepala kesehatan dan memerintahkan seorang dokter. Sistem ini diterapkan dalam pemerintahan kota di masa pendudukan Jepang di Indonesia.  Awal pemerintahan Jepang sejak menduduki sulsel, adalah membangun bunker-bunker pertahanan /sarana pertahanan dan industri untuk mendukung peperangan.Bersamaan dengan itu, para tentara Jepang juga mengadakan pembinaan terhadap generasi muda. Pembinaan generasi muda itu, juga diharapkan untuk tujuan mendukung dalam peperangan.

Pembangunan sarana pendukung pertahanan, yakni membangun bunker-bunker/lubang-lubang pertahanan.Pembangunan bunker-bunker pertahanan Jepang di wilayahMakassar dan maros cukup banyak. Pembangunan bunker-bunker petahanan Jepang, dilakukan dengan sistem romusha. Konsep pelaksanaan kerja paksa yang diterapkan oleh Jepang, pada dasarnya hampir sama dengan kerja wajib yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Kerja paksa itu dilakukan dengan mewajibkan setiap anggota masyarakat yang sudah dewasa untuk ikut dalam kegiatan pembangunan, termasuk pembangunan pertahanan.Fungsi pemerintahan lokal juga sangat berarti dalam memobilisasi tenaga kerja, dan dalam pelaksanannya diawasi langsung oleh tentara Jepang.Oleh karena pengawasan itu langsung oleh tentara, sehingga sangat dirasakan oleh masyarakat.

Yang Kita bahas ini merupakan salah satu bunker atau goa jepang yang terdapat di Jalan Poros Maros Bone tepatnya di Kampung Pattunuang, ada 3 bunker yang sudah teridentifikasi, salah satunya  adalah bunker yang terletak di sebelah barat jalan. Bunker Ketiga ini Berada sekitar 15 meter di sebelah barat laut Bungker 2, atau posisinya hanya dipisahkan oleh jalan poros, dengan keletakan di sebelah barat laut jalan. Struktur ini merupakan gua alam yang bagian dalamnya dimodifikasi membentuk ruang segi empat berukuran 150 cm x 160 cm dengan ketinggian langit-langit 140 cm dari permukaan lantai alami gua. Jendela bidik berbentuk segi empat dengan ukuran bagian dalam 56 cm x 42 cm. Lubang ventilasi berpenampang segi empat berukuran 14 cm x 14 cm ini mengarah ke atas agak condong ke arah barat sepanjang 119 cm, dan bagian atasnya telah tertutup dengan material batuan. Satu-satunya bagian yang memperlihatkan adanya struktur artifisial dari luar adalah dinding sisi utara (barat laut) sebagai bagian depan tempat jendela bidik berada, dan bagian beton artifisial lainnya hanya dapat dilihat dari bagian dalam bungker. Arah hadap berdasarkan keletakan jendela bidik adalah barat, dan dilengkapi dengan pintu masuk yang tidak dibentuk secara khusus karena mulut dan lorong gua merupakan akses satu-satunya. Akses untuk memasuki bungker dari arah tenggara atau dari arah jalan poros dengan menuruni permukaan lereng cukup terjal, sejauh sekitar 10 meter hingga mulut gua alam yang posisinya mengikuti kelerengan permukaan lahan. Dari mulut gua, tidak tampak adanya indikasi struktur artifisial hingga sekitar 3 meter memasuki ruang gua yang permukaannya menurun. Setelah mencapai lantai ruang gua yang rata, tampak interior bungker tidak berbeda dengan interior bungker pada umumnya, tidak ada kesan bahwa bunker berada dalam gua alam.[bp]