Sejarah Lapangan Terbang Panyangkalang Limbung Gowa, Limboeng Airfield

Sejarah Lapangan Terbang Panyangkalang Limbung Gowa, Limboeng Airfield - Datangnya pasukan Kaigun (Angkatan Laut Kekaisaran Jepang) dipimpin Laksamana Takeo Takagi dengan tujuan Makassar dilakukan melalui serangan dari arah selatan dengan jumlah 2.000 tentara terdiri dari 2 brigade (resimen) pasukan. Kapal perang berlabuh sejauh 3 km dari garis pantai, terdiri dari 3 kapal perusak, 15 kapal pengangkut dan 3 kapal penjelajah. Selain itu disiapkan kapal pendarat yang sudah mempersiapkan pasir dalam karung dan papan untuk jembatan guna memudahkan kendaraan dan tank naik ke darat. Pasukan grup 2 yang mendarat di Barombong pada hari Minggu tanggal 8 Februari 1942 dan pasukan grup 1 mendarat di Sampulungan Lompoa dan Jonggoa, Aeng Batubatu pada hari Senin tanggal 9 Februari 1942. Di Barombong, tentara Jepang bergerak menuju Sungguminasa (Gowa) melalui Panciro. Pasukan Belanda (KNIL) yang sudah mengetahui kedatangan pasukan Kaigun telah menempatkan beberapa tentara bayaran KNIL pribumi untuk menjaga dan memasang 2 (dua) bom di atas jembatan Sungai Jeneberang di Sungguminasa dan menyebabkan korban beberapa tentara Jepang. Selanjutnya tentara Jepang bergerak dari Sungguminasa ke timur menuju Maros. Dengan dikuasainya Maros pada 10 Februari 1942, maka tentara Jepang (Dai Nippon) Teikoku bergerak menuju Sungguminasa (Gowa) Jeneponto, Takalar, Bontain, Bone, Bulukumba dan Sinjai.



Pasukan Kaigun membangun lapangan terbang pesawat tempur bersama penduduk setempat di Panyangkalang, Limbung, Gowa serta beberapa bunker (pertahanan militer dalam tanah) menghadap ke barat sebagai perlindungan serangan udara tentara sekutu dari arah selat Makassar. Lapangan Terbang Limbung Ini atau Limboeng Airfield ini dibangun diatas tabah persawahan seluas 100 Hektar. Landasan Lapangan terbang limbung panjangnya sekitar 1,2 KM membujur dari barat ke timur dengan lebar 100 meter. Tubuh landasan dibangun sedalam 2 meter dari susunan batu karang batu batu kali yang diletakkan diatas jalinan rotan-rotan besar.

Pekerjaan membangun lapangan terbang limbung ini dibantu oleh para pekerja atau romusha. Menurut keterangan penduduk setempat sewaktu lapangan terbang ini beroperasi pada masa pendudukan jepang, lapangan terbang yang dijadikan pangkalan militer Dai Nippon ini sangat ramai oleh lalu lalang pesawat-pesawat tempur jepang. Setiap hari penduduk sekitar tempat ini menyaksikan perwira-perwira tinggi Jepang memakai pedang yang disepuh emas dan perak mendarat di lapangan terbang ini untuk kemudian masuk ke kota Makassar. Pangkalan militer Dai Nippon di panyangkalang ini sering mendapat serangan udara dari sekutu, bukti sampai saat ini terdapat lubang-lubang bekas jatuhnya BOM-BOM Sekutu.


Lapangan Terbang  Panyangkalang Gowa yang dibangun oleh Jepang tidak luput dari serangan Angkatan Udara Sekutu selama Perang Dunia II. Tercatat 12 kali serangan Angkatan Udara Sekutu, pertama 29 Desember 1944 dan terakhir 17 Juli 1945. Kelompok Pengeboman ke-380 dari Angkatan Udara Sekutu ke-5 pertama kali menyerang Lapangan Terbang yang memiliki 3 landasan, barak, hanggar dan beberapa bunker itu. Sebanyak 18 unit pesawat B-24 yang lepas landas dari Darwin terlibat dalam serangan tersebut. Pada serangan terakhir, pesawat B-24 dari Angkatan Udara Sekutu ke-13, Kelompok Pengeboman ke-307 Lone Rangers yang lepas landas dari Pitu, Morotai kembali menghujani Lapangan Terbang itu dengan sekitar 2 ton bom Napalm tanpa ekor dengan parasut. Bom itu adalah jenis sama digunakan oleh pesawat B-29 untuk mengebom kota-kota di Jepang.[bp]