Sejarah Pendudukan Jepang di Kota Makassar 1942-1945

Sejarah Pendudukan Jepang di Kota Makassar 1942-1945 - Pendudukan Jepang di Indonesia dilatarbelakangi ambisi untuk menguasai negara- negara Asia dan merebutnya dari negara-negara imperialis barat. Tujuannya selain untuk kepentingan supremasi (keunggulan dan kekuasaan) Jepang juga menjadikan daerah- daerah di Asia sebagai tempat menanamkan modal, serta memasarkan hasil industrinya. Pendudukan Jepang di Indonesia pada awalnya di Kota Tarakan tanggal 10 Januari 1942, kemudian melebarkan wilayah kekuasaannya hingga Minahasa, Balikpapan, Ambon, Pontianak, Makassar, Banjarmasin, Palembang dan Bali kurun waktu Januari-Februari 1942.

Penyerangan pasukan Kaigun (Angkatan Laut Kekaisaran Jepang) yang dipimpin Laksamana Takeo Takagi dengan tujuan Makassar dilakukan melalui serangan dari arah selatan dengan jumlah 2.000 tentara terdiri dari 2 brigade (resimen) pasukan. Kapal perang berlabuh sejauh 3 km dari garis pantai, terdiri dari 3 kapal perusak, 15 kapal pengangkut dan 3 kapal penjelajah. Selain itu disiapkan kapal pendarat yang sudah mempersiapkan pasir dalam karung dan papan untuk jembatan guna memudahkan kendaraan dan tank naik ke darat. Pasukan grup 2 yang mendarat di Barombong pada hari Minggu tanggal 8 Februari 1942 dan pasukan grup 1 mendarat di Sampulungan Lompoa dan Jonggoa, Aeng Batubatu pada hari Senin tanggal 9 Februari 1942. Di Barombong, tentara Jepang bergerak menuju Sungguminasa (Gowa) melalui Panciro. Pasukan Belanda (KNIL) yang sudah mengetahui kedatangan pasukan Kaigun telah menempatkan beberapa tentara bayaran KNIL pribumi untuk menjaga dan memasang 2 (dua) bom di atas jembatan Sungai Jeneberang di Sungguminasa dan menyebabkan korban beberapa tentara Jepang. Selanjutnya tentara Jepang bergerak dari Sungguminasa ke timur menuju Maros. Dengan dikuasainya Maros pada 10 Februari 1942, maka tentara Jepang (Dai Nippon) Teikoku bergerak menuju Sungguminasa (Gowa) Jeneponto, Takalar, Bontain, Bone, Bulukumba dan Sinjai.


Pada masa Jepang dalam menjalankan pemerintahannya dibagi dalam 3 (tiga) wilayah. Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara termasuk wilayah III dengan pusat komando pertahanan di Makassar. Jepang dalam menjalankan pemerintahan sebagian besar struktur pemerintahan Hindia Belanda tetap dilanjutkan. Kabupaten maupun kotapraja-kotapraja berjalan terus, semua kekuasaan dijalankan oleh kentyo (bupati) dan sico (walikota). Pasukan Kaigun membangun lapangan terbang pesawat tempur bersama penduduk setempat di Panyangkalang, Limbung, Gowa serta beberapa bunker (pertahanan militer dalam tanah) menghadap ke barat sebagai perlindungan serangan udara tentara sekutu dari arah selat Makassar.

Untuk pertama kalinya tanggal 23 Juni 1943, pasukan Angkatan Udara Sekutu kelima dan 17 pesawat pembom Jenis B-24 menyerang dan membom Angkatan Laut Dai Nippon di Pelabuhan Makassar dengan tujuan untuk melumpuhkan kekuatan Angkatan Laut Jepang. Selain itu beberapa perkampungan, pabrik dan Benteng Ujungpandang serta sepanjang pantai Kota Makassar diserang Sekutu,yang mengakibatkan banyak tentara Jepang luka-luka dan meninggal dunia termasuk penduduk yang sedang bekerja di pelabuhan. Selanjutnya, sejak saat itu sebanyak 21 kali misi serangan dilancarkan oleh sekutu dengan sasaran utama, pelabuhan Makassar, galangan kapal, pabrik, perumahan dan barak (asrama) tentara Jepang, gudang persenjatan, Benteng Rotterdam, dan selat Makassar termasuk daerah Gowa serta pemboman terakhir pada tanggal 1 Agustus 1945. Salahsatu rumah bangsawan Gowa yang terkena bom adalah rumah I-Cincing Karaeng Lengkese yang terletak di Kampung Kawa, Jongaya, rumah ini dibangun pada tahun 1893 yang menyerupai istana dengan arsitektur Eropa. Pada akhir tahun 1944, Jepang terdesak dan beberapa pusat pertahanan di Jepang jatuh ke tangan Amerika Serikat. Kota Makassar di akhir Perang pasifik sudah parah kondisinya karena serangan sekutu sehingga awal tahun 1945 Angkatan Laut Jepang memindahkan sejumlah besar persenjataan dan amunisinya dengan truk ke malino dan membangun benteng pertahanan termasuk rumah sakit untuk menghindari serangan dari laut.

Pada tanggal 7 Agustus 1945 di Jakarta dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang anggotanya terdiri dari 27 orang termasuk tambahan 6 orang. Wakil-wakil dari Sulawesi yang duduk sebagai anggota PPKI adalah Andi Mappanyuki, DR.G.S.S.J Ratulangi dan Andi Pangerang Pettarani. Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu dan berakhir masa pendudukan Jepang di Indonesia sehingga tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

Penjajahan Jepang dalam waktu tiga tahun memberikan dampak diantaranya semakin memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat diantaranya perampasan kekayaan rakyat, produksi pertanian menurun dan sandang pangan sulit didapatkan. Kesejahteraan rakyat berangsur-angsur mulai membaik setelah kemerdekaan dan pulihnya keamanan daerah ini dari gangguan serta ancaman sisa-sisa kolonialisme.[bp]