Gua Peninggalan Dai Nippon Jepang di Klungkung Bali

Gua Peninggalan Dai Nippon Jepang di Klungkung Bali – Sahabat Berakhir pekan pada kesempatan kali ini berakhir pekan akan berbagi informasi mengenai wisata sejarah di Pulau Bali tepatnya Gua peninggalan tentara dai nippon Jepang di Klungkung Bali.  

Tahun 1942, Perang Dunia kedua meletus. Pertempuran sengit di Eropa meluas sampai ke Asia Pasifik. Indonesia yang menjadi jajahan Belanda ikut kena dampak. Beberapa bulan sebelum tentara Jepang tiba di Bali awal tahun 1942, penjajah Belanda menjalankan politik bumi hangus. Belanda menghancurkan semua infrastruktur yang bisa menguntungkan Jepang. Pelabuhan, gedung-gedung, jembatan, dan jalan dirusak. Sebuah jembatan panjang yang melintasi Tukad Balian di Surabrata, Tabanan, sengaja diputus Belanda. Begitu juga jembatan Sungai Yeh Saba dekat Busung Biu Buleleng, ikut diputus. Pada 19 Februari 1942, Jepang Akhirnya mendarat di Pantai Sanur. Tanpa perlawanan berarti Belanda, Jepang menduduki Bali dalam waktu singkat. Begitu mendarat, tentara Jepang langsung berkonvoi dengan truk militer menuju kota-kota di seluruh Bali. Truk penuh serdadu Jepang ini juga menuju Kota Negara di Jembrana. Tentara Jepang bersorak-sorak saat melihat penduduk sepanjang perjalanan. Sebagian besar warga Bali terheran-heran melihat sosok asing melaju dengan truk ke arah barat. Tubuh tentara Jepang pendek-pendek dengan mata sipit yang khas. Mereka mengenakan seragam coklat tua dengan topi berekor. Kain lebar di bagian belakang topi menutup tengkuk mereka. Topi berekor ini selalu berkibar jika tertiup angin.



Desa Banjarangkan di Kabupaten Klungkung menjadi tempat cagar budaya dari Gua Jepang. Letaknya tepat berada di pinggir jalan. Guanya hanya sedalam 14 meter dan memiliki 16 lubang sebagi pintu. Gua Jepang ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, dan dikembangkan menjadi objek wisata di Klungkung. Meski begitu, tempat saksi bisu dari penjajahan Jepang ini diyakini ada kejadian mistis. Sejumlah masyarakat setempat pernah melihat penampakan anak-anak bermain di area ini. Meski terletak di pinggir jalan gua ini punya sejarah yang cukup kelam. Gua ini dulunya dikerjakan oleh masyarakat setempat dengan sistem romusha. Hal tersebut membuat banyak orang merasa tempat ini cukup seram. Gua Jepang di Desa Banjarangkan ini diinisiasi oleh tentara Jepang pada tahun 1941-1942 silam. Ketika itu, tentara Jepang menerapkan sistem romusha (Kerja paksa) kepada masyarakat setempat untuk membuat tempat perlindungan berupa gua.





Akhirnya sebuah gua dibangun di sebelah barat Tukad Bubuh. Kedalamannya 14 meter dan memiliki 16 lubang. Lubang antara satu dengan lainnya saling berhubungan. Gua ini berupa lorong memanjang dari utara ke selatan. Gua Jepang ini menjadi saksi tragedi yang memilukan lain. Kisah ini ini diceritakan secara turun menurun oleh penglingsir di Desa Banjarangkan. Tentara Jepang kerap menjarah hasil panen masyarakat setempat setelah gua itu selesai dibangun. Caranya juga sangat licik. Yaitu masyarakat yang membawa hasil panen dari wilayah Kecamatan Dawan ke Kecamatan Banjarangkan dan sebaliknya, langsung dihentikan oleh tentara Jepang setiap melintasi gua ini. Masyarakat dipaksa masuk ke dalam gua dan meninggalkan hasil panennya. Begitu masyarakat masuk di dalam gua, tentara Jepang menjarah hasil panen tersebut.