Legenda Buntu Sarira Tangga Ke Langit Yang Dihancurkan Puang
Matua - Konon dahulu kala hubungan antara manusia dan penghuni langit masih
sangat dekat. Manusia di bumi setiap saat bisa berkunjung ke langit. Saat itu,
bila manusia hendak melakukan suatu
kegiatan biasanya pergi ke langit untuk menanyakan boleh atau tidak hal
tersebut dilakukan. Begitu juga penghuni langit, terutama Puang Matua sering
berkunjung ke bumi untuk mengontrol cara hidup manusia. Hubungan itu bisa
terjadi karena saat itu masih ada eran di langi ( tangga ke atas langit ) yang
menghubungi langit dan bumi. Pada suatu hari, manusia berkunjung ke rumah Puang
Matua di langit. Saat melintasi dapur Puang Matua, manusia melihat ada benda
yang sangat aneh dan ia pun mengambilnya. Benda itu disebut Batu te’tekan ( sejenis batu yang
menghasilkan api digosok dengan benda lain). Pemantik api ajaib yang digunakan
Puang Matua untuk menyalakan api di langit.
Penghuni langit gempar karena Batu te’tekan hilang. Semua
dewa sakti di langit dikerahkan untuk mencari pemantik tersebut. Puang Matua
mencurigai manusia bumi yang baru saja bertamu di rumahnya. Puang Matua marah,
namun ia belum sampai hati menghukum manusia. Puang Matua masih bisa bersabar
dan menahan amarahnya. Tersebutlah seorang bangsawan bernama Londong Dirura
yang ingin menikahkan putra dan putrinya. Hal ini terjadi di Tana Toraja.
Karena di daerah itu baru ada beberapa orang maka untuk mencari jodoh di luar
keluarga tidaklah mungkin. Ketika kedua anak bangsawan itu telah dewasa, orang
tuanya ingin menikahkan kedua bersaudara kandung itu. Seperti biasanya, setiap
ada acara di bumi, harus dibicarakan dulu dengan Puang Matua. Londong Dirura
segera memangiil seorang hamba bernama Mangi. Kata bangsawan itu, “Mangi
“hambaku ! Saya mempunyai rencana menikahkan kedua anak saya. Karena itu saya
mengutusmu ke langit. Tanyakan pada Puang Matua, bolehkah menikahkan orang yang
bersaudara kandung” “Ya, tuan. Hamba akan laksanakan perintah tuan.” “Bila
bertemu Puang Matua, utarakan maksudmu dan dengarkan baik- baik pesannya.
Setelah itu, kamu harus langsung turun ke bumi sebab kedua anak itu sudah tidak
sabar lagi menunggu hari bahagianya.” “Hamba mohon doa restu. Semoga hamba bisa
kembali dengan cepat dan tidak mengalami gangguang apapun dalam perjalanan.”
Saat itu di dalam hati Mangi mulai muncul niat tidak baik.
Lesempatan itu digunakan olehnya untuk membalas segala perlakuan tidak baik
yang dilakukan tuannya pada dirinya sendiri selama ini. Sesudah bepamitan
Mangi’ langsung pergi bersembunyi di semak- semak tidak jauh dari rumah
tuannya. Setelah bersembunyi semalam suntuk di sana, hamba yang licik itu
kembali menghadap tuannya. “Puang Matua merestui dan sangat gembira atas
rencana tuan. Para dewa akan turun ke bumi, saat tuan menyelenggarakan pesta
pernikahan anak tuan, dan sebelumnya tuan harus menggelar upacara Ma’bua (pesta
syukuran atas kemurahan Tuhan yang biasanya dilangsungkan sekali dalam sepuluh
tahun). Karena ini adalah syarat langsung dari Puang Matua. Kalau dilanggar
kedua anak tuan tidak bisa dinikahkan.” Londong Dirura segera menyiapkan
upacara Ma’bua. Ia menyebar berita ke daerah seberang agar warga di sana ikut
menyaksikan pesta raksasa itu. Tidak lama kemudian, Toraja berubah menjadi
lautan manusia yang datang dari berbagai daerah. Pada hari pelaksanaan pesta,
Londong Dirura turun ke tempat upacara dengan memakai hiasan berupa tanduk
kerbai berlapis emas. Ia datang ke lapangan tempat pesta dilangsungkan sambil
diiringi teriakan- teriakan histeris. Pesta Ma’bua pun segera dimulai. Puang
Matu di langit merasa gelisah. Iamendapat firasat di bumi pasti ada yang tidak
beres. Puang Matua pun langsung turun dari langit menyaksikan perilaku manusia
yang semakin aneh di bumi. Sesampainya di bumi, alangkah kagetnya hati Puang
Matua menyaksikan penghuni bumi sedang mengadakan pesta rakyat. “Apa yang
hendak kau lakukan dengan pakaian dan
tanduk seperti itu ?” “Saya hendak membuka upacara Ma’bua. Bukankah Puang Matua
telah memerintahkan menggelar upacara ini sebelum saya mengawinkan kedua anak
kandung saya ? dan katanya Puang Matua telah menyetujuinya asalkan terlebih
dahulu membuat pesta Ma’bua.” “Saya tidak pernah kedatangan utusan dari bumi
akhirnya akhir ini.”kata Puang Matua geram.
Londong Dirura sadar kalau ia telah ditipu oleh
Mangi,”hambanya yang licik. Segera diperintahkannya untuk menangkap Mangi’ yang
telah menipu Londong Dirura. Mangi’ mengaku bahwa sebenarnya ia tidak berangkat
ke langit, namun hanya bersembunyi di semak- semak. Sejak saat itu, Mangi’
diusir dari rumah tuannya. Melihat perilaku manusia yang semakin tidak baik,
marahlah Puang Matua. Kesalahan- kesalahan beruntun yang dilakukan manusia itu
tidak bisa lagi dimaafkan. Maka dengan sangat marah, Puang Matua dan segenap
rombongannya kembali ke langit.
Sesampainya di langit, Puang Matua menumpahkan amarahnya. Ia
langsung menendang tangga yang menghubungkan bumi dan langit. Tangga itu
langsung berserakan dan menimpa manusia di bumi. Halaman menjadi retak dan
terbuka sehingga air memancar dari dalam tanah. Dalam sekejap saja, daerah itu
telah digenangi air dan menjadi lautan. Pesta Ma’bua dan rencana pernikahan
anak- anak Londong Dirura pun tidak jadi dilangsungkan.Tangga yang berserakan
dan menimpa banyak orang itulah, menurut kepercayaan orang Toraja menjadi
guguisan pegunungan batu yang terbentang di daerah Propinsi Sulawesi Selatan
mulai dari Kabupaten Inrekang sampai ke Toraja. Di Toraja, gugusan pegunungan
itu disebut Gunung Sarira.[bp]
Ikuti Kami di: