Arti Simbol Tangan Meriam Si Jagur di Kota Tua Jakarta

Arti Simbol Tangan Meriam Si Jagur di Kota Tua Jakarta - Si Jagur bukan seorang wali hingga diziarahi orang. Juga bukan laki-laki tampan hingga banyak perempuan menziarahinya. Ia hanya seonggok meriam tua dan sebuah legenda di sekitar kawasan Kota Tua Jakarta. Di masa lalu, Ki Jagur diziarahi untuk tujuan terakhir. Jagur bukan satu-satunya meriam besar di zamannya. Hal istimewa meriam ini ada di pantatnya: sebuah patung tangan dengan jempol yang dijepit jari tengah dan telunjuk. Banyak orang tentu menganggap simbol tangan itu cabul. Namun, dulunya simbol itu seperti Lingg- Yoni dalam budaya Hindu, yang mengekspresikan simbol kesuburan. Mano in fica ini simbol bersanggama. Karena alasan itulah Si Jagur dianggap keramat dan bisa mendatangkan kesuburan. Dahulu wanita-wanita menaburkan bunga- bunga di muka 'jimat' ini pada hari-hari Kamis. Setelahnya, mereka duduk di atas meriam itu. Biasanya si peziarah meletakkan payung ini di atas kelambu tempat tidur keluarga” Biasanya bila ada makam, ada pula penjual bunga. Di sekitar meriam, dulunya banyak penjual menyan dan bunga, yang mendapat keuntungan dari para peziarah meriam Ki Jagur. Tentu saja mereka “jadi pingsan saat meriam ini digusur.

Nama Si Jagur tak bisa lepas dari sejarah panjang ibukota Jakarta. Ditempatkan di museum Fatahilah Jakarta, meriam ini memiliki cerita perjuangannya tersendiri. Namun juga melekat kisah takhayul yang menempel di meriam khas abad 17 ini. Si Jagur Cannon, dibangun oleh Portugis untuk mempertahankan posisi mereka di Malaka pada tahun 1600-an. Kemudian dibawa ke Batavia oleh Belanda untuk mempertahankan Benteng Batavia. Meriam itu terbuat dari 16 meriam kecil, dengan simbol kepalan di bagian bawah. Simbol yang berarti keberuntungan oleh Portugis tetapi di Indonesia simbol itu terkait dengan hubungan seksual. Karena kekuatan meriam dan lambangnya, orang-orang mulai percaya bahwa meriam ini memiliki kekuatan magis.
Arti Simbol Tangan Meriam Si jagur
Mano in fica merupakan simbol hubungan seksual kuno yang berasal dari Italia. Ia berasal dari kata Italia: mano (tangan) dan fica (vulva) yang dalam bahasa Inggris diartikan fig (buah ara), idiom untuk organ genital perempuan –buah ara bila dibelah dua seperti kemaluan perempuan. Bagi orang Roma, buah ara berkaitan dengan kesuburan perempuan dan erotisme; ia sakral bagi Bacchus atau Dionysus (dewa anggur dan kemabukan). Mano in fica, tulis Jeanette Ellis dalam Forbidden Rites, merupakan jimat yang terbuat dari perunggu, perak, karang atau plastik merah. Ia menggantikan gambar atau patung Phallus (kelamin laki-laki, red) bangsa Pagan, yang dilarang oleh Gereja Katolik Roma. Menurut symboldictionary.net, jimat itu digunakan untuk melawan kekuatan jahat dengan keyakinan bahwa kecabulan berfungsi sebagai pengalih perhatian kejahatan; bahkan setan menolak gagasan seks dan reproduksi sehingga melarikan diri dari tanda itu. Mano in fica pada meriam Si Jagur pun pernah dianggap dapat memberikan kesuburan. Banyak perempuan mendatangi meriam berbobot 24 pound atau 3,5 ton itu. Mereka menaburkan bunga di muka meriam itu setiap hari Kamis. “Mereka mengakhiri ‘upacara’ dengan duduk di atas meriam itu supaya kelak dapat menjadi hamil,” tulis Heuken. Untuk membuang takhayul itu, meriam dipindahkan ke ruang bawah Museum Wayang; sumber lain menyebut ke Museum Nasional. Museum tetap dikunjungi banyak perempuan yang ingin mendapatkan anak. Ada kisah lucu: seorang ibu dari Jawa Timur beserta dua anak perempuannya datang ke museum untuk meminta pertolongan Si Jagur. Setahun kemudian, dia kembali dengan marah-marah. Sebab, yang hamil malah putrinya yang belum menikah, bukan yang sudah bersuami. Pada masa Gubernur Jakarta Ali Sadikin, meriam Si Jagur dipindahkan ke halaman utara Museum Fatahillah. Kendati sudah sejak lama tak ada lagi yang meminta kesuburan kepada Si Jagur, yang membekas di ingatan banyak orang adalah simbol sanggama: mano in fica.
Meriam ini dianggap bisa membuat pasangan menikah cepat miliki momongan dengan menyentuh simbol kepalan tangan. Kemudian banyak orang datang dan membawa bunga sebagai tawaran meriam, dan berdoa di samping meriam untuk membantu mereka memiliki bayi. Salah satu daya tarik paling memikat dari meriam ini, justru ketidakjelasan asal-usulnya. Cerita yang muncul perihal Si Jagur bisa bermacam-macam. Ada yang bilang dia sebenarnya meriam kepunyaan Portugis yang direbut Belanda setelah berhasil menguasai Selat Malaka pada 1641. Tetapi ketika Belanda diserang Inggris dan bentengnya diluluh-lantakkan, saking beratnya, Si Jagur tidak bisa diselamatkan, ia ditinggalkan sendirian. Bukan hanya itu kisah di balik keberadaan sang meriam sundut. Jika versi ini benar adanya, masih ada kisah lainnya. Yakni, Si Jagur ternyata punya pasangan tempur bernama Ki Amuk, yang ditempatkan di Museum Banten Lama, Serang. Ki Amuk sebelumnya tersimpan di sebelah utara pintu masuk Pelabuhan Karanghantu. Tempat itu dulunya pusat kekuatan pasukan tempur Kesultanan Banten dalam menghadang musuh. Julukan Ki Amuk diberikan karena benda tersebut mencerminkan kedahsyatan seseorang, saat mengamuk. Kekuatannya bisa meluluh lantakkan apa pun yang ada di depannya. Meriam itu, katanya, merupakan hadiah Raden Fatah dari Kerajaan Demak.
















Saat Banten diduduki Belanda, Si Jagur dan Ki Amuk pernah disandingkan. Seusai perang, kedua meriam berusaha diangkut ke Batavia dengan menggunakan dua buah truk. Namun Ki Amuk rupanya betul ngambek. la tidak sudi dibawa ke Batavia, sehingga truk yang mengangkutnya mogok. Walau sudah lama diperbaiki, mesin truk tersebut masih tetap tidak bisa dihidupkan lagi. Akhirnya Ki Amuk diturunkan. Anehnya, setelah tidak mengikutsertakan Ki Amuk, truk tersebut bisa berjalan lagi. Beda dengan Si Jagur yang terlihat senang hati hendak dibawa ke kampung halamannya. Mungkin karena merasa "berasal" dari Batavia, truk yang mengangkut Si Jagur sama sekali tidak mengalami rintangan sedikit pun.
Si Jagur terbuat dari coran besi, meriam sundut dan memiliki berat sekitar 3,5 ton. Panjang larasnya 3,85 m dan diameternya sekitar 25 cm. Pada salah satu sisinya, terdapat tulisan dalam bahasa Latin yang berbunyi: Ex me Ipsa renata Sum, yang artinya kurang lebih "dari saya sendiri aku dilahirkan kembali". Si Jagur memang diperkirakan berasal dari 16 meriam kecil yang dilebur menjadi satu. Yang agak unik dan menjadi cerita yang amat kontroversial tentang meriam ini, bagian pangkalnya berbentuk kepalan tangan kanan.
Tetapi posisi jempolnya dijepit jari telunjuk dan jari tengah. Bentuk seperti itu oleh banyak orang diidentikkan sebagai simbol atau lambang sanggama. Dalam istilah yang sopan disebut "lambang kesuburan". Ada yang percaya bahwa Si Jagur yang juga dijuluki Kiai Setama itu mempunyai pasangan (kali ini bukan pasangan tempur di medan perang, tapi pasangan tempur "di tempat tidur") di Solo yang dijuluki Nyai Setama. Konon, jika kedua meriam itu disandingkan, ceritanya bakal "seru". Entah apa yang dimaksudkan "seru" di sini. Si Jagur pada mulanya ditempatkan di satu tempat di Jln. Cengkeh - Tongkol di Jakarta Kota. Letaknya tidak jauh dari makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus yang terletak di dalam Masjid Luar Batang. Semasa hidupnya, habib yang berasal dari Hadramaut dan menjadi guru agama itu tinggal di dekat benteng VOC. Setiap hari, apalagi pada malam Jumat, makamnya banyak diziarahi pengunjung dari berbagai daerah.
Video Meriam Si Jagur