Candi Singasari, Candi Buatan Gajah Mada Untuk Menghormati Raja Singasari Terakhir, Kertanegara

Candi Singasari, Candi Buatan Gajah Mada Untuk Menghormati Raja Singasari Terakhir, Kertanegara - Candi Singasari adalah sebuah situs arkeologi yang terletak di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia. Candi Singasari merupakan salah satu dari sejumlah candi Hindu-Buddha yang dibangun pada zaman Kerajaan Singasari dan Majapahit pada abad ke-13 Masehi. Candi ini dibangun oleh Gajah Mada Patih Majapahit pada masa pemerintahan Tribuwana Tunggadewi untuk penghormatan kepada Raja Kertanegara raja terakhir singasari atau tumapel yang terbunuh akibat pemberontakan Jayakatwang raja bawahan dari kerajaan glang-glang . Candi Singasari merupakan salah satu situs sejarah dan budaya penting di Indonesia yang dapat dijadikan sebagai objek wisata dan penelitian arkeologi.

Kerajaan Singasari adalah kerajaan Hindu-Buddha yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 Masehi di Jawa Timur, Indonesia. Berikut adalah sejarah singkat Kerajaan Singasari: Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok yang merupakan seorang rakyat jelata yang ingin mencari kekuasaan. Ia berhasil membunuh Tunggul Ametung yang saat itu menjadi pemimpin kecil di Tumapel. Dari situ Ken Arok mengambil alih kekuasaan dan memulai dinasti Rajasa. Zaman kejayaan Kerajaan Singasari terjadi pada masa pemerintahan Raja Kertanegara yang memerintah antara tahun 1268-1292 Masehi. Pada masa ini, Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaannya dengan memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan adanya kemajuan dalam bidang kebudayaan dan ekonomi. Pada tahun 1293, Kubilai Khan yang saat itu memerintah Dinasti Yuan di Cina mengirimkan serangan ke Kerajaan Singasari. Namun, Raja Kertanegara berhasil menolak serangan tersebut dengan kekuatan pasukan dan keterampilan strategi perangnya. Kerajaan Singasari mengalami keruntuhan pada tahun 1292 Masehi setelah Raja Kertanegara dibunuh oleh Jayakatwang yang merupakan raja dari Gelang-gelang. Setelah itu, Jayakatwang memimpin kekuasaan di Jawa Timur namun akhirnya dikalahkan oleh Raden Wijaya yang kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit. Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama pupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti Gajah Mada bertanggal 1351 M yang terletak di halaman kompleks candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Kertanegara, yang mangkat pada tahun 1292 akibat istananya diserang tentara Gelanggelang yang dipimpin Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.

Kapan tepatnya Candi Singasari didirikan masih belum diketahui, tetapi para ahli purbakala memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M. Berdasarkan penelitian J.L.A Brandes, H.L. Leydie Melville, dan J. Kneebel yang menerbitkan buku pada tahun 1909, candi ini dibangun atas keputusan Dewan Pertimbangan Agung (Battara Sapta Prabu) dan perintah Tribhuwana Wijayatunggadewi pada Mahapatih Gajah Mada. Pendirian candi untuk memperingati wafatnya Kertanegara dan mahabrahmana, kepala agama Siwa-Buddha, dari Kerajaan Singasari pada 1292. Pembangunan candi diserahkan kepada Patih Jinordhana. Dapat disimpulkan bahwa Candi Singasari merupakan candi peninggalan Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi. Setidaknya ada dua candi di Jawa Timur yang dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara, yaitu Candi Jawi dan Candi Singasari. Sebagaimana halnya Candi Jawi, Candi Singasari juga merupakan candi untuk menghormati Siwa. Hal ini terlihat dari adanya beberapa arca Siwa di halaman candi. Candi ini dibangun dengan memadukan unsur agama Hindu (khususnya Siwa) dan Buddha yang berkembang pada masa kerajaan Singasari dan Majapahit. Komplek percandian menempati areal 200 m × 400 m dan terdiri dari beberapa candi. Candi yang juga dikenal dengan nama Candi Cungkup atau Candi Menara ini menunjukkan bahwa Candi Singasari adalah candi yang tertinggi pada masanya, setidaknya dibandingkan dengan candi lain di sekelilingnya. Namun, sekarang di kompleks ini hanya Candi Singasari yang masih tersisa, sedangkan candi lainnya tidak diketahui bekasnya.

Bangunan Candi Singasari terletak di tengah halaman. Bangunan candi utama dibuat dari batu andesit, menghadap ke barat, berdiri pada alas bujur sangkar berukuran 14 m × 14 m dan tinggi candi yang saat ini tersisa 14,1 m. Tubuh candi berdiri di atas batur kaki setinggi sekitar 1,5 m, tanpa hiasan atau relief pada kaki candi. Tangga naik ke selasar di kaki candi tidak diapit oleh pipi tangga dengan hiasan makara seperti yang terdapat pada candi-candi lain. Pintu masuk ke ruangan di tengah tubuh candi menghadap ke selatan, terletak pada sisi depan bilik penampil (bilik kecil yang menjorok ke depan). Pintu masuk ini terlihat sederhana tanpa bingkai berhiaskan pahatan. Di atas ambang pintu terdapat pahatan kepala Kala atau Kirti Murka. Pahatan ini dipercaya mengusir roh jahat yang dapat membawa bencana. Sedangkan sebagian besar relief yang terukir pada Candi Singasari berbentuk bunga dan binatang. salah satunya adalah relief singa yang salik bertolak pandang.[5] Adanya beberapa pahatan dan relief yang sangat sederhana menimbulkan dugaan bahwa pembangunan Candi Singasari belum sepenuhnya terselesaikan.

Di kiri dan kanan pintu bilik pintu, agak ke belakang, terdapat relung tempat arca. Ambang relung juga tanpa bingkai dan hiasan kepala Kala. Relung serupa juga terdapat di ketiga sisi lain tubuh Candi Singasari. Ukuran relung lebih besar, dilengkapi dengan bilik penampil dan di atas ambangnya terdapat hiasan kepala Kala yang sederhana. Di tengah ruangan utama terdapat yoni yang sudah rusak bagian atasnya. Pada kaki yoni juga tidak terdapat pahatan apapun. Sepintas bangunan Candi Singasari terlihat seolah bersusun dua karena bagian bawah atap candi berbentuk persegi, menyerupai ruangan kecil dengan relung di masing-masing sisi. Tampaknya relung-relung tersebut semula berisi arca, tetapi saat ini keempatnya dalam keadaan kosong. Di atas setiap ambang 'pintu' relung terdapat hiasan kepala Kala dengan pahatan yang lebih rumit dibandingkan dengan yang ada di atas ambang pintu masuk dan relung di tubuh candi. Puncak atap sendiri berbentuk meru bersusun, makin ke atas makin mengecil. Sebagian puncak atap terlihat sudah runtuh. Di bagian dalam Candi Singasari terdapat sebuah ruangan yang digunakan untuk menempatkan sebuah arca Lingga dan Yoni. Sedangkan pada tiap sisinya terdapat arca Ganesa di sebelah timur, arca Agastya di sisi selatan, dan arca Durga di sisi sebelah utara. Namun, yang tersisa hanya arca Agastya, sedangkan yang lain sudah tidak ada.













Di dekat Candi Singasari ada lapangan yang dikenal sebagai "alun-alun" yang terdapat sepasang penjaga pintu (Dwarapala) besar. Letak candi Singasari yang dekat dengan kedua arca Dwarapala menjadi menarik ketika dikaitkan dengan ajaran Siwa yang mengatakan bahwa dewa Siwa bersemayam di puncak Kailasa dalam wujud lingga, gerbang Timur terdapat gerbang dengan Ganesha (atau Ganapati) sebagai penjaganya, gerbang Barat dijaga oleh Kala dan Amungkala, gerbang Selatan dijaga oleh Resi Agastya, gerbang Utara dijaga oleh Batari Gori (atau Gaurī). Penggunaan candi ini diperkirakan tidak terlepas dari keberadaan Gunung Arjuno dan para pertapa yang bersemayam di puncak gunung ini pada waktu itu karena letak candi Singasari yang sangat dekat dengan kedua arca tersebut yang berada pada jalan menuju Gunung Arjuno. Di dalam ruang utama candi terdapat sepasang arca lingga dan yoni. Terdapat pula bilik-bilik lain: di utara dulu berisi arca Durga yang sudah hilang, di timur dulu berisi arca Ganesha, dan di selatan berisi arca Siwa-Guru (Resi Agastya). Di komplek candi ini juga berdiri arca Prajnaparamita, dewi kebijaksanaan, yang sekarang ditempatkan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Arca-arca lain berada di Tropenmuseum, Leiden, Belanda, kecuali arca Agastya. Candi Singasari baru mendapat perhatian pemerintah kolonial Hindia Belanda pada awal abad ke-20 . Restorasi dan pemugaran Candi Singasari dimulai tahun 1934 dan bentuk yang sekarang dicapai dalam keadaan berantakan pada tahun 1936. Namun, pemugaran ini tampaknya belum selesai karena di sekeliling halaman candi terdapat tumpukan batu yang belum dikembalikan ke posisi semula. Candi Singasari ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional melalui SK Menteri Pendidikan & Kebudayaan bertanggal 21 Juli 1998.[bp]